Muka
Galeri
Galeri
Foto Terbaru
Menurut Negara
Menurut Provinsi (Indonesia)
Menurut Kamera
Menurut Lensa
Foto Pilihan Editor
Daftar Kategori
Abstrak
Arsitektur
Budaya
Olah Digital
Fashion
Humor
Interior
Jurnalistik
Komersial
Landscape
Lubang Jarum
Makro
Manusia
Model
Nature
Olahraga
Panggung
Pedesaan
Perkotaan
Pets
Potret
Satwa
Snapshot
Still Life
Stock Photo
Transportasi
Wisata
Lain-lain
Bawah Air
Pernikahan
Forum
Forum
Topik Terbaru
Artificial Intelligence
Photography
Bincang Bebas
Pengumuman
Fotografi Umum
Konsep dan Tema
Olah Digital
Fotografi Hitam-Putih dan
Teknik Kamar Gelap
Abstrak & Still Life
Eksperimen & Special
Effect
Infra Red
Jurnalistik & Olah Raga
Landscape, Nature & Satwa
Makro
Manusia (Portrait & Human
Interest)
Model, Fashion & Wedding
Strobist
Street Photography,
Perkotaan, Arsitektur
Underwater
Lomba Foto
Seminar/Workshop/Pameran
Hunting
Kumpul FN & Ucapan
Liputan Acara
Canon
Nikon
Olympus
Fujifilm
Sony
Merk Lain
Asesoris Fotografi
Studio Lighting
Printer & Scanner
Artikel
Artikel Terbaru
Seputar Fotografer.net
FN Video
Berita Fotografi
Portfolio dan Photo Story
Teknik Fotografi
Opini dan Editorial
Exposure: Be Inspired
Exposure: Photo Essay
Exposure: My Project
Exposure: Traveling
Exposure: Perangkat Foto
dan Olah Foto
Cari:
Galeri
Forum
Artikel
Register
Login
Home
Artikel
Teknik Fotografi
Emory Kristof, Pakar Fotografi Dasar Laut
Emory Kristof, Pakar Fotografi Dasar Laut
Tanggal: Sabtu, 29 Jan 2005 12:47 PM
Oleh:
Arbain Rambey
0
Karyanya Mengilhami Film
SELAMA ini fotografi selalu dipandang sebagai cabang seni. Namun, dalam dunia global seperti sekarang ini dimana sebuah keahlian bisa dipandang dari sisi mana pun, bisakah fotografi dipandang sebagai cabang teknologi?
Adalah Emory Kristof (63 tahun), yang memberi sebuah pernyataan unik saat berjumpa dengan sejumlah fotografer Jakarta Senin (24/1) lalu. "I am a photography engineer," katanya.
Ya, Kristof mengaku bahwa dirinya adalah seorang "insinyur" fotografi. Sebuah pernyataan yang bisa dipandang sebagai mengada-ada, namun bisa juga menjadi bahan pemikiran lebih jauh.
Kenyataan lapangan dari pengakuannya itu memang sangat menakjubkan. Apa yang dikerjakan Kristof selama ini memang sangat berbau teknologi. Ia dikenal sebagai pelopor dan inovator di bidang fotografi bawah air dengan menggunakan robot kamera dan remotely operated vehicles (ROVs).
Kristoflah yang menciptakan desain awal untuk sistem elektronik kamera yang dipasang di ROV bernama Argo, yang berhasil memotret bangkai Titanic untuk pertamakalinya pada tahun 1984. Pemotretan Titanic yang lebih sempurna dilakukannya lagi pada tahun 1991 dengan wahana bernama MIR.
Dari hasil pemotretan-pemotretan Kristof pada kapal Titanic lah dunia lalu jadi tahu keadaan sebenarnya kapal legendaris itu setelah tenggelam hampir seratus tahun lalu. Dengan ide dari foto-foto Kristof jugalah yang akhirnya lahir film peraih beberapa Piala Oscar, Titanic, dengan bintang Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet. Foto-foto nyata Titanic karya Kristof lebih memberikan gambaran jelas daripada foto dari sonar yang telah ada sebelumnya.
Tanggal 24 sampai tanggal 28 Januari 2005, Kristof yang fotografer majalah ilmiah petualangan National Geographic tahun 1964-1994 ini memamerkan karya fotografi bawah lautnya di Gedung Arsip Nasional, Jakarta. Dengan tajuk “Deep Sea”, pameran foto ini digelar dalam rangkaian peluncuran versi Bahasa Indonesia dari majalah National Geographic pada bulan Maret mendatang.
Dari pemotretan kapal Titanic saja, sebenarnya definisi fotografi "konvensional" sudah diobrak-abrik oleh Kristof. Ia tidak memotret dengan cara lazim, yaitu sang fotografer datang ke lokasi dengan kamera di dadanya, lalu jepret sana-jepret sini. Dengan kondisi kapal Titanic yang berada di dasar laut pada kedalaman 3810 meter, jelas sampai saat ini belum ada fotografer yang bisa memotretnya dengan cara biasa. Tekanan air di daerah kapal Titanic demikian besarnya sehingga sebuah mobil bisa terperas sampai sebesar sebuah sepeda motor saja.
Yang juga membuat cara Kristof lebih dekat ke teknologi daripada seni adalah pada realita tantangan pemotretan yang dilakukannya. Dengan mengkhususkan diri pada pemotretan bawah laut, jelas ia harus memahami mekanika dan elektronika lebih banyak daripada seni. Tidak semata kamera yang digunakan sangat khusus, namun juga harus ada wadah bagi kamera itu yang bisa melindunginya dari tekanan sangat tinggi.
Selain itu, dengan kedalaman hampir empat kilometer, jelas Kristof membutuhkan pengendali jarak jauh yang sangat handal. Pengendali ini juga dua arah, artinya selain ia bisa mengamati apa yang "dilihat" kameranya, Kristof juga bisa memberikan perintah real time pada peralatannya yang berada jauh di dasar sana.
Selain itu, orang yang gemar fotografi pasti tahu sulitnya memotret dengan cahaya buatan alias dengan lampu kilat. Di dasar laut yang luar biasa dalam, keadaan luar biasa gelap. Selain itu, di dasar laut nyaris tidak ada bidang yang bisa memantulkan cahaya. Dengan demikian, sebuah lampu kilat yang menyala di dasar laut hanya akan menghasilkan sinar untuk sang objek saja. Padahal, objeknya pun sangat tidai terduga karena tidak bisa disurvai terlebih dahulu.
Maka, pemotretan Kristof pun dari segi pengaturan pencahayaan buatan pun sangatlah rumit. Ia tidak bisa menggunakan flash meter atau spot meter untuk mengukur akurasi pencahayaan. Walau memakai cahaya buatan sepenuhnya, fotografi Kristof bukanlah fotografi studio dengan model yang bisa kita atur posenya.
Dan satu yang terpenting, pada tahun 1984 saat memotret Titanic itu, Kristof telah memakai teknologi pemotretan non-film, namun belum digital seperti yang kita kenal akhir-akhir ini. Ia mengatakan bahwa pemotretannya memakai sarana rekaman elektronik definisi tinggi.
Selain proyek pemotretan Titanic, Kristof juga memimpin sebuah survey fotografi bangkai kapal perang Alabama milik tentara Konfederasi pada tahun 1992 di perairan Perancis. Pada tahun 1993 ia juga ikut ekspedisi bangkai kapal San Diego, kapal dagang asal Spanyol dari abad ke-16, yang karam di perairan Filipina. Di tahun 1995 ia memimpin ekspedisi pengangkatan kapal Edmund Fitzgerald dari Amerika Serikat, dan menayangkan dalam sebuah cuplikan liputan televisi berkualitas tinggi mengenai kehidupan di laut dalam.
Karya fotografi Kristof secara umum telah membuka dan menggali kehidupan di dunia laut dalam kepada dunia. Artikel Kristof dan Bill Cursinger berjudul "Mengetes Perairan Rongelap" telah dipublikasikan di majalah National Geographic edisi April 1998. Kisah itu mengungkapkan kehidupan bawah air di perairan Kepulauan Marshall yang telah terkontaminasi limbah nuklir.
Pada bulan Agustus 1991, foto-foto Kristof tentang Titanic muncul di majalah National Geographic dalam artikel berjudul "Tragedi Dalam Tiga Dimensi". Foto-toto dari liputan tahun 1991 tersebut menggunakan sistem pencahayaan densitas tinggi, yang menghasilkan detil yang sangat luarbiasa melalui penyuntingan komputer 3-Dimensi.
Sebenarnya, Kristof tidak pernah bermimpi akan menjadi fotografer dengan bidang liputan demikian khusus. Ia yang lahir pada tahun 1942 ini masuk jurusan jurnalistik di Universitas Maryland di College Park dan meraih gelar sarjana tahun 1964. Setelah lulus, ia langsung menjadi fotografer majalah National Geographic yang kemudian dijalaninya sampai selama 30 tahun. Dalam periode ini pula, ia sempat menulis sampai 39 artikel untuk mejalah itu.
Karya-karya Kristof telah memenangkan banyak penghargaan, baik dalam bidang tulisan maupun fofografi. Namun, penghargaan yang terpenting baeangkali hadiah J.Winton Lemen Fellowship Award tahun 1998 dari U.S. National Press Photographers Association. Ia dinobatkan sebagai, "salah seorang dalam profesi kita yang paling inovatif dan imajinatif, dengan minat yang sangat khusus dalam foto-foto dari kedalaman samudera, yang dipersembahkannya kepada pembaca majalah National Geographic." (
Arbain Rambey
)
Komentar
Error Found
×
×
Login
Email address/Username:
Password:
Ingat saya