Oleh: Suparlan (10334) 21 tahun yang lalu
Era digital sudah menjalar kemana-mana. Sebagai contoh suatu pengembang memasarkan produk rumahnya. Pada brosur yang diedarkan terpampang gambar rumah-rumah dengan latar belakang pegunungan dan danau yang indah (foto hasil olah digital). Setelah ditinjau, latar belakang tsb. tidak ada. Orang bertanya : Iklannya saja sudah bohong, bagaimana pula dengan kualitas rumah yang ditawarkan ? Tolong rekans kasih saya jawaban. Thanks.
Oleh: Valens Riyadi (22589) 21 tahun yang lalu
Saya cenderung menyebutnya Pengolahan Digital. Kata manipulasi, cenderung berkonotasi negatif. Olah digital, bukanlah satu-satunya sebab adanya penipuan iklan spt yang Pak Suparlan contohkan. Jauh sebelum ada teknologi oleh digital, kita sudah kenal teknik2 kamar gelap untuk menggabungkan dua buah klise, shg menjadi satu gambar. Olah digital hanya mempermudah saja. Atau, kalau memang mau niat menipu spt contoh Pak Suparlan, si developer akan benar2 membangun satu rumah contoh di kawasan yang asri, dan itu yang dijadikan iklan untuk rumah2 di kawasan yang tidak bagus. Jadi, yang salah bukan teknologinya, tapi etik pelakunya.
Oleh: Andi Lubis (14072) 21 tahun yang lalu
Lalu sebatas apa sebuah proses pengolahan digital dibenarkan dalam sebuah karya fotografi?
Oleh: Goenadi Haryanto (69924) 21 tahun yang lalu
Dalam konteks yang diangkat Pak Suparlan, namanya penipuan. Yaitu memberikan informasi palsu kepada konsumen. Untuk website yang kita cintai ini, dengan dasar berpikir bahwa kita mengirimkan foto kita adalah untuk berbagi (sharing) dengan teman lain, hendaknya pengolahan digital dapat disertakan keterangannya, sebagai info bagi teman-teman yang belum berpengalaman benar dengan olah digital. Teknik olah digital yang masih di dalam jalur fotografi hendaknya hanya merupakan substitusi dari teknik analog kamar gelap, misalnya; kontrol nada (kontras), kontrol warna, retouching, solarisasi, posterisasi dan sandwiching. Lebih dari teknik mengolah tersebut, kita sudah masuk dalam bidang design grafis.
Oleh: Edward Nugroho (4038) 21 tahun yang lalu
saat ini batasan antara design grafis dan foto, semakin absurd.... Pak Goenadi mencoba untuk memberi batasan yang jelas mengenai hal itu. Tapi kalo saya boleh berpendapat.... sedikit beda ngga apa2 khan?? :) jika itu adalah foto jurnalistik... maka foto tsb harus tampil apa adanya, tidak boleh menambahkan-memindahkan-menghilangkan (kecuali dengan croping) apa yang terekam dalam foto itu. apalagi sampai memberi spesial efek.. namun jika kita membuat foto itu untuk ekspresi pribadi, mengatasnamakan seni, bla bla bla saya setuju janganlah dibatas-batasi! bebas bebas saja.... dan itu bukan penipuan! selama kita tidak menyalahi hak2 orang lain, seperti copyright dsb....
Oleh: Hendro Tjong (221) 21 tahun yang lalu
Saya setuju dengan pendapat Bung Valens bahwa bukan teknologi tapi etika pelakunya. Sama seperti Tenaga Atom, bisa untuk membunuh tapi bisa juga untuk pembangkit listrik. Jadi tergantung dari manusianya. Terlepas dari semua itu, Saya percaya Fotografi Digital akan dapat menggeser Fotografi Konvensional (cepat atau lambat) bila dilihat dari kemudahan dan kecepatan dalam proses sebuah penciptaan suatu foto/gambar.
Oleh: Effendi Surjadjaja (6420) 21 tahun yang lalu
Saya sependapat dgn Bpk.Goenadi dan Bpk.Edward, yang penting photo hasil karya sendiri dan tdk menjadi semacam design grafis saja. Dan juga pendapat Bpk.Hendro, digital akan menggeser fotografie Analog memang terlihat tdk akan lama lagi..krn kamera dan perangkat pendukung lainnya akan semakin murah. Dgn Digital sebenarnya akan semakin irit jadinya. Untuk kategori Jurnalistik memang tdk boleh Olah Digital krn jd tdk realistik lagi. Kategori Jurnalistik menangkap Realisme Photography ( Fotomedia/Tubagus.SV/January) bukan sekedar membuat Photography yang indah saja.
Oleh: Noerrachman Saleh (203) 21 tahun yang lalu
Bung Edward sudah mengulas diatas, jadi tergantung itu foto jurnalistik atau foto untuk seni (dimana manipulasi sah-sah saja baik analog maupun digital), nah sebagai orang awam ada sedikit pertanyaan mengenai foto jenis jurnalistik, tehnik-2 apa saja yang masih diaggap sah (katakanlan sesuai pakem fotografi) selain croping ... ? Konversi Color ke Grayscale bagaimana ? Memperbaiki exposure? dll. Salam
Oleh: Ferry Wardiman (2905) 21 tahun yang lalu
Saya boleh dibilang masih baru di bidang fotografi. Sebelumnya saya lebih sering menggambar, melukis, berilustrasi-sketsa dan merancang arsitektur. Komputer juga menjadi sarana utama saya, selain tangan sendiri tentunya. Maka ketika 'mencicipi' fotografi saya masih membawa cara pandang lama bahwa fotografi adalah semacam 'melukis' juga. Aspek 'mencatat dan merekam' (jurnalisme)dari fotografi juga saya akui ada, tetapi sebagai pecinta seni murni saya lebih mengutamakan fotografi sebagai sarana melukis daripada mencatat. Sebagai contoh kasus, pada salah satu karya perdana saya, misalnya: "Dua pekerja di jendela tuan", tentang dua tukang yang sedang bekerja, terlihat sepintas salah satu tukang seperti menusuk pantat rekannya dan ini konotasi yang tak saya kehendaki. Kesan ini bisa dengan mudah saya perbaiki bila saya menggunakan Photoshop. Saya hanya perlu merenggangkan sedikit jarak antara papan yang dipegang tukang itu dengan pantat rekannya, maka kesan yang tidak diinginkan itu pasti hilang atau sangat berkurang. Tapi setiap 'cara main' dalam hal ini fotografi tentu ada etika-aturannya. Lain dengan 'cara main' manipulasi Photoshop, misalnya. Maka itu usaha tidak saya lakukan. Saya ingin berbincang dengan rekan rekan sekalian, apakah anda sependapat, tidak memanipulasinya sampai tercipta 'lukisan' yang saya inginkan ataukah saya lebih baik mengorbankan sisi jurnalisme fotografi dengan mengubah apa yang saya tak suka?. Mohon tanggapan.
Oleh: Johntefon (2703) 21 tahun yang lalu
Latar belakang saya juga sama dengan sdr. Ferry Wardiman, yakni melukis. Baru sekitar satu tahun saya benar-benar memotret, saya menarik kesimpulan tentang perbedaan antara seni lukis, seni foto dan design grafis (periklanan). Menurut saya, seni lukis adalah "seni ungkap" di mana sang pelukis lebih banyak mengekspresikan perasaan ke dalam kanvas. Seni foto adalah "seni saji" yang relatif subjektif, di mana foto yang diambil lebih menitikberatkan pada keindahan dibanding subjeknya sendiri. Sedangkan design grafis lebih banyak ditujukan untuk menyampaikan suatu pesan. Saya juga kurang setuju dengan istilah "manipulasi" dan menurut saya istilah yang lebih tepat ialah "imaging" dan tidak ada hubungannya dengan penipuan. Kalo seseorang punya niat menipu, hanya dengan setting pemotretan juga dapat dilakukan.
Oleh: Bay ISMOYO (4497) 21 tahun yang lalu
Pada dasarnya itu bukan penipuan, untuk konsumsi iklan hal tersebut dibenarkan, dan tidak boleh dibilang sebuah foto, tetapi digital imaging. Jika ini dilakukan oleh seorang fotografer, baik untuk keperluan pameran, pemberitaan, dsb. dan ia menyebutnya sebagai karya foto, maka jika terjadi penambahan atau pengurangan secara digital, itu disebut penipuan.
Oleh: Michael Gomulya (29309) 21 tahun yang lalu
yah namanya juga iklan...pasti dibuat sebagus mungkin...entah bagaimana caranya..., bukan salah manipulasi digital kok... digital hanya tools untuk mempermudah pengerjaan aja! lagi pula mana ada sih iklan yang menjelekan produk sendiri... mungkin gambar iklan yang dimaksud, nantinya akan seperti itu... setahun, 2tahun kemudian jika semua fasilitas dan landscapenya sudah lengkap...
Oleh: Pinky Mirror (6382) 21 tahun yang lalu
Dalam foto jurnalistik manipulasi digital sama sekali tidak diperbolehkan. Tapi dalam hal lain, menurut saya, itu tergantung konsep yang ingin ditawarkan. Mengenai foto untuk iklan, tentunya ada ketentuan/kode etik dari lembaga periklanan itu sendiri. Jadi menipu atau tidak bukan tanggung jawab dari fotografer. Tapi,...kalau Anda merasa foto iklan itu menipu, at least Anda tidak perlu melakukannya.
Oleh: Lee How (5087) 21 tahun yang lalu
Debat soal ini akan panjang lebar keliling dan luas. Saya teringat akan sebuah foto olahraga (pelari) yang cantik perfect, yang sebenarnya sudah dilakukan penghilangan tiang yang kebetulan banget pas memotong sedikit si pelari. Saya rasa 'sedikit' touching, selama tidak merombak total karya tersebut harusnya oke saja. Selamat Datang era digital!
Oleh: Tomy Budi Hutomo (649) 21 tahun yang lalu
menurut saya, semua itu tergantung kebutuhan mau menipu atau me-remake, menjadi yang lebih baik. Setahu saya apabila meretouch / mengedit foto di ps atau dilainnya itu wajar saja. tetapi tanpa dibohongi pun jika orang melihat suatu foto yang di edit secara berlebihan maka akan sadar sendiri bahwa itu hasil rekayasa. Tetapi ada orang tertentu yang memanfaatkan untuk hasil penipuan. Serang bagaimana kitanya yang memandang.
Oleh: Dhe Tjakraningrat (1117) 21 tahun yang lalu
menurut saya, ini era digital bukan suatu penipuan. karena digital/computer merupakan sebuah media. so tinggal dilihat kebutuhannya
Oleh: Judhi Prasetyo. (38908) 21 tahun yang lalu
Nggak usah jauh-jauh, foto di bungkus mie instant aja jauh lebih bagus dari mie instant itu pas sudah dimasak, hehehe.... Cuma mereka lebih sopan, dikasih tulisan serving suggestion :)
Oleh: Priyo J. Salim (1959) 20 tahun yang lalu
Tergantung tujuannya. Ada nasehat dari orang bijak mengatakan : Nilai perbuatan itu tergantung niatnya. Jika dari sononya niatnya memang mau menipu, ya perbuatan manipulasi digital itu dimasukkan sebagai penipuan. Jika niatnya agar memperindah photo dan membuat orang yang melihat photo itu menjadi terinspirasi pada kebaikan dan menjadi bahagia, saya pikir hal itu bukanlah penipuan. Saya pribadi nggak memandang manipulasi digital itu sebagai penipuan karena saya nggak ingin menipu orang lain. I just want to make somebody else happy! Thanks.
Oleh: Ida Bagus Pradnyana (67012) 19 tahun yang lalu
Seru juga nih.... sebenernya semua tergantung kebutuhan/ kepentingan saja...
Oleh: Fandy MS (7479) 19 tahun yang lalu
kalo saya sih simple... menurut saya kalo sebuah foto udah di olah/manipulasi(whatever) udah ga bisa disebut karya fotografi(murni)lagi... dibilang design graphic bisa... menurut saya lho...
Oleh: Huda M Elmatsani (13502) 19 tahun yang lalu
Sadarkah rekan-rekan: Kamera nya sendiri sudah sebagai alat yang menipu. Bagaimana tidak menipu ... obyek 3 dimensi menjadi 2 dimensi ??? Bagaimana tidak menipu ... Exposure/WB seringkali tidak menyajikan hasil seperti apa adanya ??? Skill kitalah yang kemudian menyempurnakan tipuan tersebut dengan tipuan-tipuan lain .... apakah kamar gelap, apakah photoshop ... untuk menjelmakan apa yang ada dalam gagasan kita ketika kita memotret obyek tersebut ke sebuah foto yang belum jadi ... Maka foto yang sudah jadi, bukahlah apa yang kita foto, tetapi apa yang ingin kita sampaikan dari apa yang kita foto .... semuanya penuh tipuan .... dan masyarakat suka dengan tipuan selama itu memuaskan .... selama tipuan tersebut tidak mengecewakan ....
Oleh: Ade Santora,CD G.deX (26019) 19 tahun yang lalu
namanya aja u iklan....ya mesti bagus dong....yang pasti kudu yang menjual gitu....foto olahan digital menurut saya sih sangat perlu dalam dunia periklanan...(maklum kebetulan saya kerja di bidang periklanan.:)jadi oldig....sah2 aja tuh....
Oleh: aldi priyowibowo (4631) 19 tahun yang lalu
kalo menurut aku seh.. yg penting hasil akhirnya sama² bisa dinikmati keindahannya dari sisi manapun baik art, lighting, komposisinya.. angle.. dll, jadi whatever orang bilang asal bisa dinikmati oleh mata kita.. pendapat ini semoga dapat melengkapi pendapat² diatas.. thanks :D
Oleh: Fendi ahmad (18561) 19 tahun yang lalu
Untuk sekarang menurut aku ada 2 profesi yang berkembang yaitu digital imaging dan fotografer. yang membedakan adalah eksekusi dalam obyek. Untuk Digital Imaging mungkin pngolahan kompi jauh lebih banyk ketimbang seorang fotografer yang hars mengerti maslah komposisi, angle, pencahayaan dsbnya. Malah ada temenku (Digital Imaging) bilang bahwa foto 20% selebihnya komputer, temen aku yang satu (Fotografer) gak mau tahu tentang pengolahan di komp yg dia matengin adalah fotografinya..hehhe.Apalagi di bidang periklanan yang memang bertujuan menarik minat masyarakat tuk membeli produk yang diiklankan. Jadi manipulasi semacam penipuan menrt aku tidak tepat tp karena KEBUTUHAN akan hal itu!
Oleh: Budi Prasetyo (5481) 19 tahun yang lalu
Kalo versi saya yang masih newbie, pada saat melihat karya digital, itu saya bedakan menjadi fotografi digital atau digital Art. Untuk fotografi digital , saya lebih cenderung memandang bahwa suatu karya fotografi itu hanya boleh diretouching. Sebab , Foto adalah penangkapan moment. Capture suatu suasana. Dan suasana, object, moment itu bener2 ada. Jadi penonton diajak untuk menikmati suasana / objek yang juga dinikmati fotografer saat objek dicapture. Jadi retouching , menurut saya boleh dan sangat perlu. Untuk kategori Digital Art, level olah digital bukan hanya di retouching saja. Tetapi boleh juga reassembling obyek. Karena sifatnya seperti melukis. Jadi penonton diajak untuk menikmati ilusi , pikiran dan suasana yang ingin dilukiskan pembuatnya. Meskipun itu tidak benar2 nyata.Sebagai contoh, di web2 luar negeri ada yang kategori olah digital ( cukup retouching saja ) dan ada juga DigiArt. Contoh, menurut saya, karya karya bang RDP yang sangat bagus , sebagian saya kategorikan digital Art. Karena udah ada penambahan objek yang sebelumnya tidak ada ( opini saya. Kebenaranya hanya bang RDP yang tau :-) sory bang kalo salah.... ). Masalah nanti hasil karya itu digunakan untuk menipu atau nggak, no comment saya. Terserah pribadi masing2. Seorang Menteri saja bisa korupsi kok. Sama halnnya mengcomplain pandai besi yang bikin pisau, nanti kalo buat membunuh gimana. Atau, Anda buat foto nude, wah bisa mengilhami orang lain memeprkosa gimana..??? So, terserah kita... mau dipandang dan memandang seperti apa... Salam
Oleh: Toar A. Sapada (824) 18 tahun yang lalu
IMHO, kalo dalam kasus iklan itu, itu memang bukan foto! hanya menggunakan unsur gambar yang didapatkan dari foto dan digabungkan dengan hasil imaging lainnya..... khusus dalam masalah foto, memang saya rasa kalau kategori jurnalistik tidak pantas untuk mendapatkan olahan, karena dasar foto jurnalistik adalah menyampaiakan apa adanya! sedangkan untuk kategori lainnya saya memang belum jelas, saya pribadi karena saya memotret untuk keindahan, maka apabila terasa belum cukup indah (menurut saya), maka akan saya lanjutkan dengan digital imaging, tapi bila ternyata fotonya sudah cukup, maka tampillah foto itu apa adanya.....