Oleh: Asmin Safari (92454) 18 tahun yang lalu
Sisi lain Poverty Dus, dalam suatu masa terbetiklah berita bahwa seorang penerima hadiah Pulitzer ditemukan bunuh diri akibat racun karbon monoksida (27 Juli 1994). Dia menghabisi hidupnya persis setelah dua bulan (23 Mei 1994) menerima hadiah Pulitzer Prize for Feature Photography. Ketika nama besar dia peroleh (maklum sebelumnya dia hanya fotografer freelance) ternyata tidak membuat hidupnya semakin nyaman. Banyak orang yang menyalahkannya karena dia menjadi besar akibat fotonya. "Kenapa anda hanya memotretnya, kenapa anda tidak menolongnya"... adalah salah satu pernyataan yang sering dia terima. Padahal sebelumnya, setelah memotret gadis tersebut, dia katanya sempat duduk termenung dibawah pohon sambil menghisap rokok, dia shock setelah motret gadis tersebut. Salah satu catatan yang tertinggal dihari kematiannya adalah ungkapannya "I am depressed ... without phone ... money for rent ... money for child support ... money for debts ... money!!! ... I am haunted by the vivid memories of killings & corpses & anger & pain ... of starving or wounded children, of trigger-happy madmen, often police, of killer executioners...I have gone to join Ken if I am that lucky." James Nachtwey, Jurnalis foto, berpendapat "Every photographer who has been involved in these stories has been affected. You become changed forever. Nobody does this kind of work to make themselves feel good. It is very hard to continue." Kemudian, dikoran hari ini saya baca bahwa seorang relawan asing diindikasikan mengalami gangguan jiwa dan sedang dirawat di RS Sarjito. Penyebabnya kemungkinan besar adalah mengalami depresi akibat menyaksikan derita gempa yogya. Jika kita berada pada posisi tersebut apa yang harus kita lakukan? "menikmati" tekan shutter atau bantu?, inilah dilema yang terus mengemuka. Sementara menurut Bill Kovach, bahwa jurnalistik itu harus benar dan jujur. Dimanakah posisi kita seharusnya? Jalan 'lunak" yang ditawarkan oleh James Nachtwey adalah "I have been a witness, and these pictures are my testimony. The events I have recorded should not be forgotten and must not be repeated." Berhubung kalo gak salah tema aplot bulan ini berkisar tentang Poverty (thx mba Sisca Je), tidak ada salahnya jika sebelumnya "SIAPKAN MENTAL DAN FISIK ANDA SEBELUM TEKAN SHUTTER, RAGU2 KEMBALI" :) Silahkan didelet Om Moderator jika tidak tepat. Ini foto Kevin Carter (13 September 1960 – 27 Juli 1994) yang meraih pulitzer dengan judul "wanting a meal". Seekor burung pemakan bangkai (Vulture) sedang menunggu kematian anak tersebut untuk memakan dagingnya. Salute buat Kevin atas dedikasinya membuka mata dunia dan saya.
foto lain=
Oleh: Arifin Johani (4896) 18 tahun yang lalu
Mudah mudahan nggak terulang lagi spt itu. Fotografer juga banyak amal perbuatannya dengan menyebarluaskan foto foto tsb. Pertolongan kadang tidak harus dilakukan seorang diri, mengajak orang lain (orang banyak) untuk bersimpati dan kemudian menolong, juga suatu perbuatan yang sungguh mulia.
Oleh: david hermandy (3403) 18 tahun yang lalu
saya pindahkan ke forum fotografi jurnalistik
Oleh: Moh.Leo Lumanto (63337) 18 tahun yang lalu
Luar biasa Pak Asmin..pencerahan yang menyentuh. Di tengah bangsa ini sedang tertutup matanya oleh realitas sosial yang tengah terjadi. Moral bangsa ini sedang tergerus oleh kekuasaan, uang dan politik. Mungkin paling tidak lewat Foto, paling tidak kita dapat mengugah rasa kemanusiaan dalam diri kita sendiri. Hati yang nanti akan jadi viewfinder kamera yg sebenarnya dan hati, nurani, akal pulalah yang akan jadi photoshop mengolah semua kejadian dalam hidup. Semua akhirnya berpulang pada takdir yg KUASA.. Semua pasti ada akhirnya...mungkin karena itulah TUHAN menciptakan adanya Surga dan Neraka.. Wass.
Terima kasih Pak David. Sepakat Pak Leo lebih jauh tentang Kevin carter ada disini atau di wiki. foto lain....
ini...
lagi ...
dan...
atau ..
Oleh: Nufransa Wira Sakti , Frans (19637) 18 tahun yang lalu
Foto2 ini sebenernya bisa membuka mata dunia untuk menolong mereka. Dan itu juga lebih berarti dari pertolongan sesaat dari seorang fotografer. Tapi memang kebayang deh kalo dia sampe bisa depresi..... Thanks pak Asmin.
Oleh: D. Setiadi (81319) 18 tahun yang lalu
Sampe gak tega liatnya.....:((
Oleh: Gede A. Setiawan, GAS (33721) 18 tahun yang lalu
beberapa bulan lalu di kantor ada himbauan agar makanan jgn dibuang2 seenaknya dgn di attach foto2 ini. semoga damai semua....
Oleh: Teddy Hernadi, TeDonKz (63988) 18 tahun yang lalu
Hiks... ga tega liatnya... :( apalagi jd yg motret ya... :(
Oleh: Valens Riyadi (22589) 18 tahun yang lalu
Memang sulit, berada di sebuah daerah bencana. Sering kali, untuk berangkat ke sana pun, membutuhkan perjuangan yang besar. Sulitnya sarana transportasi, sedikitnya fasilitas yang ada. Saat bencana gempa dan tsunami di Aceh tahun lalu, saya sempat berada di lokasi bencana H+5. Memang membawa kamera, namun CF 512MB tidak habis terpakai, lantaran saya berangkat ke sana memang bukan bertujuan untuk motret. Pada situasi bencana, fasilitas pendukung ini memang sering kali sangat terbatas. Ini yang harus disadari oleh kita semua. Usahakan kita memberikan prioritas bagi orang-orang yang memang sangat potensial untuk membantu. Misalnya: dokter. Dalam kasus bencana di Jogja, 'fotografer' juga menjadi masalah tersendiri di lokasi. Banyak orang 'berliburan' ke sana, foto kiri kanan... akibatnya: lalu lintas bantuan menjadi terhambat. Bantuan yang harusnya bisa mengalir lebih deras menjadi melambat. Mungkin butuh perenungan lebih dalam untuk masuk dan memotret dalam suasana bencana seperti itu. Pertimbangkan berkali-kali, apakah keberadaan kita menghambat masuknya bantuan yang jauh lebih diperlukan? Kalau iya, apakah dengan keberadaan kita di sana, bisa bermanfaat lebih banyak ketimbang 'kemacetan' yang kita timbulkan ? Seorang wartawan foto dari media nasional, tentu saja akan sangat berguna kehadirannya. Dalam hitungan jam, kondisi korban bisa terekspos dan bantuan bisa lebih banyak mengalir. Bandingkan misalnya, kalau kita hanya seorang penggemar foto, dan foto2 jepretan kita hanya akan kita simpan untuk lomba foto berikutnya. Pintar-pintarlah memilih. Dengan foto kita bisa menceritakan kepada orang banyak tentang kondisi korban. Dan dengan foto pula kita bisa membuat korban sangat merasa terganggu. Salah satu spanduk di pengungsian di Bantul bertuliskan "kami korban, butuh bantuan, bukan tontonan.....".
Oleh: Aditya Budi Pratomo (7325) 18 tahun yang lalu
Si Kevin salah ambil keputusan. Anak itu ternyata selamat, gak jadi dimakan burung nazar.
Oleh: Ngakan KEBO Maesa (8755) 18 tahun yang lalu
Bukannya ini dulu uda pernah dibikin threadnya ? Maaf loh ya, pak Asmin. Salam.
Oleh: Andika Betha Adikrishna (2996) 18 tahun yang lalu
-Mengamini mas Valens, Terus terang, seperti di lokasi gempa, banjirnya fotografer ke daerah bencana menimbulkan beberapa masalah baru... Seperti pernah terdengar kabar dirampasnya kamera beberapa rekan fotojurnalis, karena dianggap "berpiknik" di atas penderitaan orang lain. Banyak orang yang jepret sana jepret sini tanpa "approach" yang cukup terhadap obyek sehingga pendapat tentang "berpiknik" juga dikenakan kepada sebagian wartawan yang sedang bertugas. Saya kadang berpikir, andai saja saya tidak sedang bertugas, saya tidak akan tega memotret mereka. -Menanggapi mas Asmin, Saya pernah diberikan semacam wejangan, oleh pengasuh forum ini Bang Arbain Rambey, bahwa kita selaku fotografer melakukan segala sesuatu dengan kamera kita. Dalam kasus ini, kita menolong melalui kamera kita. Melalui foto, diharapkan dunia akan melihat realitas yang terjadi di lapangan. Itu yang saya tahu
Oleh: Tomi Haryadi (255) 18 tahun yang lalu
Benar juga kata Valens Riyadi -- Dalam kasus bencana di Jogja, 'fotografer' juga menjadi masalah tersendiri di lokasi. Banyak orang 'berliburan' ke sana, foto kiri kanan... akibatnya: lalu lintas bantuan menjadi terhambat. Bantuan yang harusnya bisa mengalir lebih deras menjadi melambat. -- Jadi sungkan motret di daerah bencana, ntar disangkanya mau tur