Oleh: Wibowo Wibisono, Wibi (18031) 17 tahun yang lalu
Dalam siaran terakhirnya, radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij...)di Bandung menyerukan segenap pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger = Royal Dutch East Indies Army...) di Hindia Belanda untuk melawan tentara Jepang. Propaganda yang dilancarkan saat itu berbunyi “Lebih baik mati berdiri daripada hidup bertekuk lutut”. Suatu propaganda yang tak pernah terealisasi. Belanda menyerah kepada Bala Tentara Jepang di Kalijati, Subang tanggal 8 Maret 1942. Sejak itu, kehidupan orang Belanda di Hindia berubah 180º. Tentara Jepang mendirikan kamp2 konsentrasi yang dibagi berdasarkan gender (Laki-laki, Wanita + anak2), dan ras (Eropa, Indo, Manado, Ambon) untuk menawan orang2 yang dianggap setia kepada Hindia Belanda. Pasca perang dunia, orang Belanda dan KNIL mengalami tekanan akibat pergolakan revolusi kemerdekaan Indonesia. Kisah perlawanan hingga penderitaan ini dapat ditelusuri di Pemakaman Ereveld yang tersebar di empat kota di Indonesia ; Jakarta (Menteng Pulo dan Ancol), Bandung (Pandu dan Leuwigajah), Semarang (Kalibanteng dan Candi), dan Surabaya (Kembang Kuning). Ereveld yang dikelola oleh OGS (Oorlogsgravenstichting = Netherlands War Graves Foundation...)didirikan untuk mengenang dan menghormati para korban.