Oleh: Alva F.P. Sondakh (9358) 17 tahun yang lalu
Salam... Ketika anda mendengar Bali, mungkin anda akan berpikir tentang Pulau Dewata, manusia – manusia eksotis, wanita bertelanjang dada, tarian – tarian membius, dan bahkan semua hal – hal liar yang bisa anda bayangkan. Tapi, saya katakan pada anda, Bali telah menjadi sesuatu yang lain. Dia telah mentransformasikan dirinya menjadi sebuah Komoditas, sebuah komoditas yang bisa dinikmati selama 24 jam. Dalam gambar ini, anda hampir bisa merasakan transformasinya, sebuah toko 24 jam dengan “Pura” Bali di atas kepalanya. Dimanapun di Bali anda bisa melihat bahwa semua elemen tradisional dalam hidupnya memiliki harga. Kalau anda mau melihat tarian Barong, anda harus membayar. Kalau anda mau merasakan tarian Kecak, anda harus membayar. Kalau anda mau masuk Uluwatu, anda harus bayar. Kalau anda mau melakukan sesuatu anda harus bayar. Mungkin ini terlalu ekstrem, tapi semua di Bali telah dikomoditasi. Walaupun demikian, ada sedikit “twist” pada cerita ini. Bali telah berhasil mempertahankan tradisinya hidup. Gambar ini juga menceritakannya untuk anda. Bali telah berhasil menempatkan tradisinya di atas segalanya. Dimanapun di Bali anda bisa merasakan betapa kuatnya tradisi dan budaya mempengaruhi segala aspek kehidupannya. Ketika anda berjalan sepanjang Jalan Legian, anda bisa mendengar suara Gamelan dimainkan di Wantilan begitu keras bersaing dengan musik modern yang dipasang di setiap toko dan dengan hiruk pikuk suara kendaraan. Di setiap sudut jalan anda bisa menemukan persembahan – persembahan kepada dewa – dewa. Pada setiap patung anda bisa menemukan kain Poleng terbalut di pinggang, seperti layaknya seseorang memakai pakaian. Gambar ini akhirnya(?) bisa bercerita pada anda bahwa Bali ternyata mempunyai 2 wajah yang bisa hidup berdampingan secara harmonis selama 24 Jam. just sharing, all comments are welcome.. cheers, Alva