Oleh: Dudi Iskandar (3461) 17 tahun yang lalu
Kang kumis, saya sering memanggilnya.Kesehariannya sebagai tukang sol sepatu keliling di seputaran Pengangsaan Jakarta Pusat. Profesi ini mungkin sudah jarang dijalani oleh orang. Saya menemuinya saat sedang bekerja di depan kelurahan. Pekerjaan intinya adalah memperbaiki sepatunya yang rusak, namun selain itu juga bisa seperti tas dan lainya. “Assalamu’alaikum kang, kumaha damang?” saya coba awali percakapan dengannya “alhamdulillah damang, sawalerna akang kumaha? Nuju naon di dieu tara tisasarina ?”Dia balik bertanya “ Alhamdulillah sae, nuju nungguan pun anak sakola kang” “Teu wangksul ka lembur kang? Tanyaku “Ieu oge puguh nuju milarian kanggo ongkosna (sambil tersenyum ringan), Akang sawalerna iraha ka Bandung? Dia balik menanyakan kapan saya akan mudik. “Insya Allah dintenan boboran kang sim abdi wangsul saparantos sholat ied.” “Putra ku ka sabaraha nu nuju sakalo teh Kang?” “Anu kadua kang, nu nomer hiji mah parantor pere” Akhirnya kami terlibat obrolan ngalor ngidul tentang beberapa hal, dari masalah keluarga sampai masalah korupsi, namun dengan sudut pandang sederhana seorang kang kumis. Kang Kumis mempunyai seorang istri dan 2 orang anak, sekarang sedang menunggu kelahiran anak yang ketiga, disamping itu juga beliau memelihara 2 orang anak yatim. Istri dan anaknya tinggal di kampung di daerah Garut. Saya merasa malu dengan Kang Kumis, bahwa saya masih sering mengeluh dengan beban hidup yang makin berat. Namun kang kumis terlihat santai dengan beban hidup yang terus meninkat ini. “Yang penting ikhtiar kang, Insya Allah rejeki mah aya wae” Saya mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berharga sekali dari kang kumis ini. Beberapa kali saya pernah menggunakan jasa kang kumis, namun ketika telah selesai mengerjakannya, ketika di tanya berapa yang harus saya bayar untuk jasanya, dia selalu tidak mau menyebutkan jumlah nominal atas jasanya itu. “terserah akang saja” begitu selalu jawabnya . “Harta mah bade seuer bade alit moal di candak maot” kalimat ini sepertinya yang membuat kang kumis bisa menerima semua episode kehidupannya. Dari kalimat ini juga bagaimana dia teguh memegang prinsip hidupnya bagaimana cara mencari harta dengan jalan yang halal... Jakarta, 6 Oktober 2007 Semoga bermanfaat