Oleh: Kristupa W Saragih (176444) 16 tahun yang lalu
Crossing Bridges ke-5 (CB 5) tahun 2008 terkesan benar-benar menggoda. Lokasi pelaksanaan di Siem Reap, Kamboja membuat para peserta tak sabar untuk lekas datang. Secara resmi, CB 5 digelar 11-16 November 2008. Tapi para peserta sudah datang 1-2 hari sebelumnya. Dua hari sebelum hari-H, Minggu (9/11), tujuh peserta dari Clubsnap (Singapura) sudah tiba di Siem Reap, dipimpin oleh Eddie Ng. Selain sebagai pimpinan kontingen Singapura, Eddie juga bertugas sebagai koordinator pelaksana CB 5. Singapura tahun ini memang bertugas sebagai pelaksana. Tahun 2007, PhotoMalaysia.com (Malaysia) bertugas sebagai tuan rumah CB 4 di Tawau dan Semporna, Sabah, Malaysia. Sementara CB 3 digelar tahun 2006 di Sapa dan Halong Bay, Vietnam dengan tuan rumah Photo.vn (Vietnam). CB 2 digelar tahun 2005 oleh tuan rumah Clubsnap.com (Singapura) di Hong Kong dan Macau. Sementara CB pertama digelar dengan nama Central Java Photo Trip tahun 2004 di Yogyakarta dan Jawa Tengah oleh tuan rumah Fotografer.net (Indonesia). Sebanyak 55 orang dari 4 negara di Asia Tenggara menjadi peserta CB 5. Kontingen terbesar berjumlah 18 orang berasal dari Indonesia (Fotografer.net). Semua berangkat dari kota masing-masing H minus 2, untuk transit di Kuala Lumpur (KL), Malaysia. Para anggota kontingen FN (Fotografer.net) berasal dari berbagai penjuru Tanah Air. Ada yang berasal dari Medan, Jakarta, Solo, Surabaya, Balikpapan dan Manado, plus seorang peserta Indonesia yang tinggal di Yangon, Myanmar. Hampir seluruh peserta transit di KL untuk lantas terbang ke Siem Reap pada H minus 1, Senin (10/11). Belum ada jadwal acara resmi pada H minus 1. Kontingen Indonesia memilih untuk langsung mulai hunting foto ke Bayon di kompleks Angkor Thom. Maka dimulailah sudah perburuan foto di situs Warisan Dunia UNESCO. Karena belum ada transportasi bis resmi rombongan, maka harus mencari kendaraan sendiri. Tapi, transportasi di Siem Reap tak sulit didapat.Transportasi yang paling lazim digunakan adalah tuktuk. Bentuknya berupa sepeda motor yang bagian belakang disambungkan dengan gerobak beratap. Kapasitas hanya 2 penumpang, tapi bisa ditumpangi hingga 3 orang. Otoritas setempat mengharuskan pengunjung kompleks Angkor membeli pas masuk. Ada pas harian seharga 20 Dollar AS, ada pula pas yang berlaku 4 hari seharga 40 Dollar AS dan pas 6 hari seharga 60 Dollar. Pembeli pas masuk difoto dengan webcam dan foto dicantumkan di pas masuk. Kalau saja ada sedikitnya 1000 turis per hari yang membeli pas harian seharga 20 Dollar AS, maka uang yang masuk sekitar 10.000 Dollar AS. Jumlah yang amat cukup untuk menjamin kenyamanan dan kepuasan pengunjung. Tapi kenyataan yang dijumpai adalah jalan yang rusak, bahkan pada sejumlah tempat berkubang lumpur. Penerangan jalan raya hampir nihil. Melihat sejumlah fakta mengecewakan tersebut sepertinya tak terasa seperti hal baru. Indonesia pernah, atau bahkan masih sampai sekarang, berwajah serupa. Otoritas dikuasai kelompok tertentu dan terbatas. Uang pun sebagian besar tersangkut di kelompok tersebut, dan mengorbankan khalayak luas. Untunglah semua terobati dengan kecantikan candi-candi di kompleks Angkor. Langit biru dan kondisi pencahayaan yang baik membuat hunting pendahuluan menjadi penting. Situs Bayon yang dikunjungi hari itu benar-benar memuaskan hasrat hunting bersama CB 5 yang sudah ditunggu-tunggu. Bangunan yang pada masa aktifnya dulu merupakan pusat aktivitas kota Angkor Thom masih memancarkan pesonanya. Bisa terasakan kemegahan bangunan yang didirikan Raja Jayawarman VII, yang berkuasa pada tahun 1181-1219 ini. Sebagian besar berupa reruntuhan yang masih direkonstruksi, tapi justru di sanalah eksotismenya terasa. Lorong-lorong berpilar menjadi tempat favorit untuk memotret. Selain itu, keempat pintu masuk di keempat penjuru mata angin, juga menjadi tempat favorit. Selain itu, kolam yang terletak di bagian barat daya juga menjadi obyek menarik karena bisa merekam refleksi Bayon di permukaan air. Apalagi, sempat melintas sekelompok angsa yang menambah eksotisme Bayon. Sepelemparan batu dari Bayon, terlihat situs Baphuon . Jarak yang begitu dekat membuat perasaan bersalah jika tak mengunjunginya. Meski udara panas menyengat dan dahaga setia menyerang, tapi cuaca cerah terlalu indah untuk disia-siakan. Ada yang menyebut Baphuon didirikan sebelum Bayon. Pada masanya, Baphuon merupakan pusat pemerintahan, sebelum seluruh kompleks Angkor Thom selesai dibangun. Ada juga sumber yang menyebut sebaliknya. Gerbang masuk dan bangunan utama dihubungkan oleh struktur mirip jembatan dengan pilar-pilar artistik, sepanjang sekitar 200 meter. Berseberangan dengan Baphuon, terhampar situs South Kleang dan North Kleang. Bentuknya seperti bangunan-bangunan mandiri yang tersebar dalam spasi sektar 50 meter. Sayang waktu yang tak bersahabat membuat rombongan harus kembali ke hotel. Cukup terhibur dengan memotret sebuah mobil sarat penumpang manusia yang melebihi kapasitas angkut resmi. Kebetulan juga ada pendeta Buddha yang sedang melintas, yang segera menjadi sasaran empuk para fotografer yang haus foto-foto eksotis. Hari ditutup dengan suasana ringan dan santai disambi mengobrol di hotel. Malam harinya, sejumlah anggota kontingen Indonesia menyempatkan nongkrong bareng sambil mengobrol dan mengakrabkan diri di café Hotel De La Paix. Café-nya menyediakan teras terbuka dengan desain bangunan artistik modern minimalis yang didukung mebel berdesain serupa. Malam hari menjelang pergantian hari, rombongan kontingen Vietnam merapat ke hotel. Hampir semua peserta CB5 sudah terlelap tidur saat itu. Pengalaman dan foto-foto yang diperoleh pada hari pertama ini sudah terasa luar biasa dan cukup menyita banyak tempat di harddisk.