Oleh: Agan Harahap (77838) 16 tahun yang lalu
Banyak komentator2 musik yg bilang, bahwa musik yang dihasilkan oleh band2 baru yg belakangan ini kerap bermunculan di Indonesia, semacam Kangen band, ST12, Matta dll, konon katanya, telah merusak tatanan dan selera bermusik masyarakat Indonesia. Tak sedikit pula masyarakat awam yang mengeluarkan pendapat-pendapat miring tentang musik mereka. Dengan irama yg terdengar catchy, lirik lagu yg mendayu-dayu dan sekaligus sangat melayu ini, tak dipungkiri telah menjadi idola baru bagi jutaan penggemar di seluruh Indonesia. Album2 yg dihasilkan pun mampu menembus angka ratusan ribu copy dan (tentu saja) meraup rupiah yang tidak sedikit. Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berbincang-bincang dengan salah satu fotografer senior yang enggan disebut identitasnya. Kami berbincang tentang fenomena kamera dijital yang mengakibatkan begitu banyak orang yang menjelma menjadi fotografer. Amat disayangkan, dengan adanya kemudahan-kemudahan di era digital ini, banyak oknum fotografer yang secara sengaja maupun tidak, telah merusak tatanan fotografi di Indonesia . â€Ok lah, mungkin ini sudah jamannya, beda dengan jaman saya dulu†ujarnya. “Namun dengan adanya kemudahan digital, mbok ya seyogyanya estetika dalam fotografi itu tetap ada!!“ ujarnya lagi dengan berapi-api. Fotografer senior ini lalu mengeluarkan laptopnya,lantas langsung membuka sebuah situs fotografi. ‘ Coba you lihat ini! Kenapa foto seperti ini bisa mendapatkan pujian dari orang2?!? Setelah saya perhatikan, foto tersebut dibuat oleh salah satu fotografer muda yang cukup ternama dan sedang naik daun. Dan memang, foto itu terkesan dibuat serta diedit secara kasar atau asal-asalan serta pemberian judul yang semena-mena. Lalu ia memberikan beberapa contoh foto lagi dari fotografer yang berbeda dan dari situs yang berbeda pula. “ Sekarang sudah era digital, tapi malah tambah banyak fotografer yang nge-dangdut! ‘ ujarnya. Lantas kami pun tertawa. “Jadi, kalo jaman sekarang, mustinya kayak gimana pak? “. Menurutnya, dengan adanya kemudahan digital serta akses informasi melalui internet, selera fotografi seharusnya mampu bergerak maju seiring dengan perkembangan jaman. Kami pun berbincang panjang lebar mulai dari fotografi,seni lukis sampai ranah panggung politik tanah air hingga waktu menunjukkan jam 2 pagi. Dan kami pun segera berpisah dan pulang kerumah kami masing-masing. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba saya terpikir tentang ucapan beliau tentang fotografer yg berselera dangdut . Saya lantas melihat adanya persamaan antara fotografi dengan fenomena ‘Kangen Band dkkâ€, yang belakangan ini merebak di seantero tanah air. Kedua nya sedang marak dan cukup menyita perhatian saya belakangan ini. Sebagaimana yg dikatakan oleh fotografer senior tadi di atas, era digital masa kini telah banyak membuat orang yang menjelma menjadi seorang fotografer (termasuk saya). Bahkan tidak sedikit orang yang meninggalkan profesi lamanya untuk menjadi fotografer.Tergiur akan nilai nominalnya? Wallahualam.. Kita mengenal begitu banyak genre dalam dunia musik. pop,punk,rock,post rock,jazz, classic, dangdut dsb. Banyak faktor yang membuat seorang musisi menjalani jalur/ genre nya. Mungkin saja oleh pengalaman hidup,pergaulan, politik, sosial, budaya, dsb. Mungkin juga di sini saya terkesan sok tahu dalam bermusik. Tapi,menurut seorang kawan yang juga fotografer merangkap pencipta lagu yang cukup ternama di ibukota, tidak ada musisi yang memilih genre musiknya berdasarkan selera pasar. Kalaupun ada, mereka tidak akan bertahan melewati album ke dua. Menurutnya lagi, musik yang bagus dan melegenda itu tercipta dari hati. Baik itu tentang rasa cinta yang berdarah-darah, amarah yang meledak-ledak sampai putus asa ditinggal mati seekor anjing. Mungkin memang terlalu naif apabila saya menyamakan kegiatan fotografi dengan bermusik, Walaupun banyak fotografer yang memilih jalur ‘pop’ karena runtuhan nominalnya lebih terasa. Atau, fotografer yang memilih jalur ‘dangdut’ supaya lebih sering diruntuhi nominal walau tidak sebesar di jalur ‘pop’.Atau fotografer yang memilih jalur ‘hip-hop’ ? Yup.. untuk hal ini saya memang lebay. :p Namun tidak bisa dipungkiri, bahwa banyak fotografer yang memilih ‘genre’ nya berdasarkan selera pasar. Seorang fotografer fashion pernah berkata kepada saya “ Loe bakal kaya raya kalo kerja di Jepang. Sebab style foto loe disukain sama orang2 Jepangâ€. Lalu, apakah saya sebaiknya pindah ke Jepang meninggalkan tanah air tumpah darah ini demi mengejar suatu kekayaan? Bisa saja. Tapi satu hal yang pasti, Saya tidak membentuk ‘genre’ /style foto saya agar bisa disukai oleh publik Jepang. Berdasarkan kata-kata bijak sang pencipta lagu tadi bahwa, lagu atau musik yang bagus dan melegenda, apapun genrenya, sudah pasti tercipta dari hati, Maka saya pun berpendapat bahwa foto yang bagus, seharusnya tercipta dari hati sang fotografer (apapun genre nya). Apakah seorang fotografer mampu bertahan ‘sampai album ke100’ atau tidak, adalah bagaimana cara ia mengemas dan mengolahnya ‘melemparkan albumnya’ di publik yang bisa menerima ‘genre’ nya. Perkara 'album itu meledak atau tidak di pasaran' , itu lain soal.Setidaknya dia sudah 'menelurkan album itu' dari hati. Dan tentu saja tidak ada yang salah dengan fotografi yang ber-style kangen. Musik dan fotografi adalah dunia yang berbeda. Walau konon kabarnya, sama- sama bergerak dan tergabung dalam sesuatu yg dinamakan seni. Omong2,apa sih genre musik anda? Bagaimana style fotografi anda? Apakah anda tipe penyuka kangen band? Apakah anda penikmat mozart? Atau Apakah anda adalah pelahap Kucing Garong? * Agan Harahap listening Yolanda