Oleh: Yadi Yasin (116383) 18 tahun yang lalu
Sedikit sharing cerita yg tercecer dari beberapa trip yang saya lakukan belakangan ini, yaitu salah satunya ke Timor Leste, yg sudah menjadi negara merdeka ini, sekarang menjadi daerah cakupan ‘kerja’ baru saya. Sebagai salah satu dari anggota team pembuka dari rombongan negara antah berantah yang tiba lebih dahulu di Dili, saya beruntung mempunyai akses luas dari masyarakat sipil biasa sampai ke tingkat pemerintahan tertinggi (parlemen dan presiden) tanpa halangan mengingat saya yg aslinya sebagai warga Negara Indonesia, tentunya ada beberapa pihak yg krg menyukai. Dari komunikasi dan bincang2 baik formal dan informal dengan semua level ini saya mempunyai gambaran yang lebih baik tentang Timor Leste yang akan saya share disini. Latar Belakang Timor Leste, sebuah negara baru, merdeka kedua kali pada tahun 2002, sebuah bekas provinsi ke-27 Indonesia, memang mempunyai sejarah yang cukup panjang dengan Indonesia, dan sejarah panjang itu bukan sesuatu yang selalu indah dikenang untuk rakyat Timor Leste pada umumnya. Sebagai bekas jajahan koloni Portugal selama 350 tahun, yang ditinggal (abandoned) oleh Portugal pada tahun 1975, Timor Leste memang kurang beruntung. Tidak banyak kemajuan yang diperoleh.selama kolonisasi Portugal, baik dari segi pengembangan sumber daya manusia, kesejahteraan maupun pengembangan infrastruktur. Malah sumber daya alam dan rempah menjadi eksploitasi oleh Portugal. Pada tahun 1974 Portugal yg mengalami revolusi didalam negerinya, mulai melepaskan koloninya satu-persatu dan Timor Leste mencoba merdeka pada tahun akhir 1975. Sayangnya, anggapan bahwa pemerintah merdeka pada saat itu berhaluan komunis, maka hampir menjadi rahasia umum, Amerika Serikat (US) dan Australia pada saat itu mempersilahkan Indonesia untuk ‘masuk’ ke Timor Leste karena kekhawatiran akan meluasnya komunisme (domino effect), apalagi pada April 1975, Saigon di Vietnam Selatan, baru saja jatuh ke tangan Vietnam Utara yg komunis dan larimya pasukan Amerika dari sana. Masuknya Indonesia ke Timor Leste itu pun beberapa hari setelah kunjungan resmi Presiden Amerika Serikat saat itu, Gerald Ford & Secretary of State, Henry Kissinger ke Jakarta. Mungkin ini merupakan bentuk restu (atau perintah?), dari negara-negara barat untuk menjawab kekhawatiran mereka akan meluasnya komunisme. Portugal, yg sempat protes pada saat itu pun dibuat diam, walaupun Portugal juga merupakan anggota NATO.Tidak ada sangsi, tidak ada kecaman meluas di dunia untuk Indonesia yang menjadikan Timor Leste provinsi ke-27. Hal yg tidak mungkin terjadi tanpa campur tangan negara-negara barat super power saat itu, walaupun PBB (UN) tidak pernah secara resmi mengakui. Kemajuan yang diusahakan selama periode okupasi Indonesia pun banyak dilakukan, sayangnya banyak sisi negatifnya seperti opresi terhadap masyarkat sipilnya membuat pembangunan infrastrutur dan sumber daya manusia, yang kadang membuat iri provinsi lain, menjadi kecil artinya dimata masyarakat Timor Leste. Kejadian-kejadian yang melanggar hak-asasi manusiapun terjadi di Timor Leste. Proses penentuan nasib sendiri tahun 1999 pun diwarnai dengan peristiwa bumi hangus yang membuat INTERFET & PBB (UN) harus turut campur. Saat ini, 2006 Setelah secara resmi merdeka tahun 2002, Timor Leste banyak menerima bantuan dari negara2 besar, termasuk Portugal (yg kadang menjadi bahan olokan negara donor besar lain yang menganggap Portugal hanya cari muka/pahlawan kesiangan krn mereka “350 years late”), untuk memulai membangun.Bantuan dari negara-negara donor dan NGO pun mulai memasuki Timor Leste di berbagai bidang, infrasturktur, pendidikan, hukum, teknologi dan bidang lainnya. Walau belum terlalu tampak, infrastruktur dan bangunan yang tadinya hancur mulai dibangun kembali. Tapi masih banyak bangunan dan jalan2 yang keadaanya masih rusak parah ataupun hancur mewarnai keadaan di Dili maupun daerah2 lain di Timor Leste. Jangan harap menemukan bangunan-bangunan tinggi disana, perkantoran2 ataupun hotel2 mewah. Sebagai ibukota negara, Dili masih jauh dari gambaran yang layak. Banyak gedung pemerintahan menggunakan gedung2 bekas gedung pemerintahan Indonesia. Tapi bentuk pembangunan yang ada sangat dirasakan oleh penduduk Dili, apalagi bagi mereka yang berada disana pada saat 1999, dimana hampir tidak ada satupun bangunan yang berdiri dan tidak ada satupun kendaraan yg utuh, semua habis terbakar. Mereka bercerita bahwa selama 1-2 tahun kemana-mana mereka harus bejalan kaki. Kini taksi dan angkot (ya kata ‘Angkot’ kadang masih tercetak di minibus) sudah banyak dijalan-jalan kota Dili. Dari beberapa orang yang sempat berbicara dengan saya, pada umumnya mereka tidak mendendam dan memaafkan kepada rakyat Indonesia. Bukan rakyat Indoensia yg mereka benci tapi tentara Indonesia (TNI) dan milisi-milisi yg berpihak. Sikap memaafkan ini merupakan panutan yang diberikan oleh Presiden Xanana Gusmao, yang lebih memilih untuk menjadikan apa yg sudah menjadi sejarah masa lalu dan maju terus kedepan. Oleh sebab itu, dikalangan masyarakat bawah bahasa Indonesia masih dipergunakan selain bahasa Tetum (bahasa daerah), bahwa mereka pun lebih suka menonton RCTI dan SCTV dari pada RTTL (Radio & Televisi Timor Leste) yang mengudara menggunakan bahasa Potugis.Ada dari mereka yg berkata “dari pada bahasa Portugis, bahasa Inggris lebih make sense”. Suatu hal yang lumrah mengingat sebagian besar golongan usia mudanya hidup dan besar dibawah pendidikan Indonesia. Tapi tidak demikian halnya dengan sebagian rakyat Timor Leste yang bergerilya pada saat okupasi Indonesia. Mereka lebih suka menggunakan bahasa Portugis dan Tetum. Dan sayangnya mereka kini banyak yang menduduki posisi pemerintahan dan menentukan kebijakan negara. Contohnya adalah, dengan menjadikan bahasa Portugis dan Tetum menjadi bahasa resmi nasional, walau kenyataannya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris menjadi ‘working language’. Segala yang berbau Indonesia menjadi hal yang sensitif bagi mereka. Pada awalnya bahkan buku2 terbitan Indonesia di perpustakaan negara dan universitas dihambat untuk dipergunakan, yang mengakibatkan tidak banyak yang membaca di perpustakaan krn buku2nya semua berbahasa Portugis, walau disekolah-sekoah mulai diwajibkan belajar bahasa Portugis. Hal in menjadikan ekonomi berbiaya mahal, krn sering kali, terbitan, koran, buku, laporan dan dokumentasi ditebitan dalam 4 bahasa, Portugis, Inggris, bahasa Indonesia dan Tetum. Sebuat set-back, krn dgn keinginan Timor Leste masuk menjadi anggota ASEAN, bahasa Inggris tidak menjadi bahasa resmi, dan bahasa Indonesia (sebagai Negara tetangga terbesar dan punya latar belakang historis) tidak dimanfaatkan untuk lebih mempermudah negara ini. Mereka seharusnya belajar dari Singapura. Persoalan bahasa menjadi suatu yang dipolitisasi disana. Belum lagi soal hukum yang mencoba mengadopsi dari Portugal, yg tentu krg tepat dgn budaya dan regional dimana negara in berada. Perkembangan lain yang baik di masyarakat Timor Leste adalah adanya keinginan kuat untuk maju dan belajar. Juga keinginan untuk membangun masyarakat yang demokratis. Parlemen terlihat dengan begitu dinamisnya untuk mencoba mengembangkan dan merumuskan hukum dan dasar2 negaranya secara diskusi dan debat. Tapi sayangnya pemeritahan yang dikuasai garis keras masih terlalu kuat dan menganggap setiap hal yg berbeda dgn kebijakan pemerintah dianggap sbg oposisi yang menentang yg berkhianat. Sebagai Negara yang baru, pendapatan negara Timor Leste memang sangat kecil, mereka masih berharap dari negara-negara donor. Tapi semua negara donor pasti mempunyai ‘exit strategy”, tidak selamanya mereka akan menjadi donor, bahkan stau-dua negara sudah mulai menarik diri. Bahkan UNDP pun akan segera menarik diri tahun ini. Geliat roda perekonomian juga mulai tampak, begitu juga pengusaha dari Indonesia yag mulai tampak kembali di Dili, dari usaha fotokopi sampai IT. Mengapa dari Indonesia, krn biaya dan harga yg lebih murah dibandingkan dari Australia. Keputusan untuk menggunakan mata uang US Dollar sebagai mata uang resmi juga sangat memberatkan Timor Leste, membuat tidak kompetitif dan semua menjadi mahal. Sebagai patokan 1 kaleng minuman bersoda berharga 1US$ ditingkat eceran/warung. 2 kali lipat dr harga di Jakarta. Suatu hal yang disayangkan, potensi pendapatan yg besar yg bisa di dapat oleh Timor Leste dari minyak di celah Timor saat ini sebagian besar dikuasai oleh Autralia yg mungkin mempunyai agenda tersendiri, krn 100% sumber gas/minyak itu dikelola oleh Australia dan 80% kentungan milik mereka. Timor Leste hanya mendapat sisanya. Sebagai negara yang pernah ‘menolong’ Timor Leste utk merdeka, jelas mereka menginginkan lebih sebagai “imbal jasa”. Apakah Timor Leste akan menjadi negara yang maju dan sukses 30-40 tahun kedepan, semau itu kembali kemasyarakat dan pemerintahannya. Bisakah mereka mengambil hikmah dari keberhasilan negara2 tetangga disekitarnya dan belajar dari kesalahannya. Atau mereka akan statis sepetri apa yg telah mereka alami sejak 350 tahun yang lalu. Dan kita pun sebagai warga Indoensia, apakah kita mau belajar dari sebuah negara kecil seperti Timor Leste, atau akan menjadi ironi, bila 30-40 tahun didepan, justru kita yang di dahului oleh mereka seperti yang terjadi dgn negara2 tetangga kita. Terima kasih, mudah2an tidak terlalu panjang dan membosankan.. masih pengen belajar dr bang ARB & Feri Latief. Sekarang foto-fotonya yaa… maaf kalau krg berkenan, krn kesana tidak niat motret krn jadwal yg padat. Ini hanya resize saja paling di BW-in biar kayak bang Igor :p Liputan foto-foto dilanjutkan di Part 2
Bandara Aeroporto Internacional Presidente Nicolau Lobato Terkesan amat sangat sederhana
Suasana kota Dili pada umumnya
Seperti Bogor tahun 60an
Universitas Nasional
Salah satu ikon kota Dili, mercu suar
Xanana Gusmao Reading Room, berisi buku2 dan perpustakaan koleksinya saat perjuangan
Salah satu poster yg menarik di XGRR
Walau sudah banyak pembangunan, masih banyak gedung-gedung dan rumah-rumah yang rusak akibat "bumi hangus" pada tahun 1999.
Oleh: Silvester H (3558) 18 tahun yang lalu
manarik... dokementasi menggunakan IR...
Bangkai kendaraan adalah hal yg lumrah teronggok diseluruh penjuru kota
Oleh: D. Chen (45239) 18 tahun yang lalu
Rupanya Oom YY sering menghilang, taunya ada di sana toh... thx for sharing... bagus2 fotonya. Sebenarnya negara kecil ngurusnya lebih mudah, syaratnya kalau diurus secara benar... contoh keberhasilan tetangga dekat kita: S'pore.
kak D.Chen: ... bukan menghilang... undercover sebentar :) Walau banyak usaha penghilangan "jejak" Indonesia, tapi di kalangan grass root eksistensi Indoensia masih tampak Bukti bahwa hanya Canon yg bisa survive disana.. selain bakso dan warung padang :p
Oleh: Alfian, bpp (29380) 18 tahun yang lalu
Thanx sharingnya...
Pom bensin pun masih Pertamina style jaman dulu dgn logo pertamina diatas
Truk tangkinya pun masih merah putih .. (sayang di IR .. gak kelihatan)
Salah satu "bekas" Indonesia yg dihilangkan adalah Taman Makam Pahlawan, yg tentunya berisi makam para tentara Indonesia. ini di Liquisa, diluar kota Dili
Atau bentuk monumen/patung yg dipenggal/dihilangkan atasnya
Gedung Parlemen adalah salah satu diantara segelintir gedung "megah" yg berdiri di pusat kota DIli
Ini dalamnya ....pada saat anggota parlemen yg (kalau lengkap) berjumlah 88 orang Latar belakang pendidikan (yg sebagian masih rendah) dari anggota parlemen dan sejarah membuat parlemen tidak bisa berfungsi maksimal.
Ini adalah penjara Balide yg terkenal itu ... salah satu saksi sejarah "kebrutalan" Indonesia. Tempat ini menjadi kantor/pusat CAVR, suatu komisi/badan rekonsiliasi
Salah satu sel berukuran krg lbh 2x3m.
Tulisan/gambar yg dibuat oleh para tahanan didinding sel penjara yg di pertahankan dan tdk di cat ulang
beberapa dari ribuan file orang yang "hilang"
Snapshot dr foto kota Dili tahun 1999 saat "bumi hangus"
Snapshot foto rumah penduduk yg habis terbakar di luar kota Dili