Oleh: Andrian Purnama T.S. (10973) 21 tahun yang lalu
Hari ini saya senang sekali, foto saya "Easy Zone System : Flower" mendapat komentar yang cukup panjang dari mas Kristupa, dan komentarnya sangat berguna. Dan dari situ saya melihat kok sayang ya kalo diskusinya gak dilanjutkan jadi I take the liberty to put it on forum, bagaimana kalau kita mendiskusikan teknik fotografi BW dari the maestro ansel adams, "Zone System".Saya pernah membaca sedikit bukunya Ansel "The Negative" dan disitu saya pertama kali berkenalan tentang zone system. Kalau menurut interpretasi saya, zone system adalah teknik kita mengontrol exposure dan development, untuk mendapatkan tonal range sesuai dengan yang kita inginkan. Kenapa sesuai dengan yang kita inginkan ? Karena konsep pertama dari zone system adalah kita perlu memvisualisasikan gambar kita kan tampil seperti apa. Teknik dari Adams ini meliputi teknik exposure dan teknik development. Mungkin bisa di lihat di keterangan foto yang saya paste kan di bawah Saya ingin melihat pendapat temans sekalian tentang teknik ini terutama dalam era digital. Apakah teknik ini akan kehilangan esensinya ? Atau bagaimana. Dibawah ini, saya paste keterangan foto saya dan juga tanggapan dari admin di salah satu foto saya. Yuk diskusi yuk ... mo dibecandain juga boleh ... yang penting kan ilmunya hehehe
Ini foto saya yang dikomentari mas Kris berikut komentarnya mas Kris sekalian "Contoh aplikasi zone system sederhana : 1. Metering di berbagai tempat di bunga, menunjukkan level kontras yang nice dan bervariasi, berbeda antara 1-2 stop di tiap bagian bunga. Perlu dipertimbangkan karena kita ingin bunga tidak tampil flat. 2. Metering ke background berbeda 4-5 stop dengan bunga. Maka background akan gelap, cukup menimbulkan bunga. 3. Pemilihan shutter dan diafragma diambil dari titik bawah metering di bunga (yang berbeda 1-2 stop di no 1), karena saya ingin bunganya relatif terang. ASA dinaikan ke 400 supaya mendapatkan speed yang cukup cepat dan minimize camera shake (tanpa tripod) 4. Di PS dilakukan penambahan kontras dan curve untuk memanipulasi gradasi abu-abu. Manipulasi yang dilakukan hanya sangat sedikit, karena gambar sudah memenuhi keinginan saya dari proses pemotretan. Maksud foto ini hanya sedikit ilustrasi tentang zone system, yang intinya kita bisa memperkirakan foto kita akan tampil seperti apa baik setelah dicetak maupun di layar komputer. Masalah bagus atau tidak, itu mah tergantung objeknya, disitulah faktor jiwa seni dipakai (dan sayangnya saya tidak punya hehehee :( )" Dan komentarnya mas kris "Berbicara tentang Zone System tentu tak lepas dari pre-visualization Apakah BG yang di Zone II atau Zone I (atau malah Zone 0?) sudah diperhitungkan Dan, jika contrast dan level dimainkan di PS malah tidak mencerminkan zone system :) Jika ingin mendekati konsep Zone System seperti di film seluloid, tentunya contrast di-adjust di kamera dan tidak diubah di PS, setuju? :) Sepenglihatan saya, jika BG yang ngeblok hitam dianggap tanpa tekstur dan tidak masuk perhitungan maka foto ini masih perlu N+1 karena rentang zonanya masih 4 stop Atau, jika BG yang ngeblok hitam (Zone 0) ikut diperhitungkan, berarti terlalu kontras... perlu N-1 (atau N-2 mungkin) Terus terang saya tertarik dengan pendekatan Zone System pada pemotretan dengan kamera digital, karena pada kamera yang menggunakan film, Zone System sudah diterapkan mulai pre-visualization (sebelum memotret) Dan, menariknya lagi, tidak ada proses N+ dan N- di kamera digital :) Kebetulan dapat informasi dari pemilik Canon EOS 300D (saya belum pernah memakai kamera ini), ternyata di kamera tersebut tidak ada spot meter. Dan, lazimnya, pengukuran cahaya pada konsep Zone System lebih efektif menggunakan spot meter 1 derajat Semoga bisa untuk bahan bertukar pikiran dan wawasan " Makasih banget buat mas Kristupa buat tanggapannya. Saya ingin menambah keterangan sedikit spot meter satu derajat aku tak punya, tapi karena factor 300D 1,6 maka dengan lensa 135 dan partial metering bisa lah didekati :)
Contoh foto lain lagi, ada referensi tentang tekniknya zone system di keteranngannya (kayaknya sih hehehehe) "Foto ini adalah contoh penerapan zone system secara sederhana. Prinsip 1 : Visualisasi. Untuk menerapkan zone system kita perlu memvisualisasikan scene yang akan kita potret. Bayangkan keseluruhan scene yang kita potret, identifikasikan elemen-elemennya dan tentukan mereka jatuh di zone berapa (pendekatan zone2 nya bisa dicari di forum). Dari visualisasi saya untuk gambar ini saya memvisualisasikan pohon2 jatuh di zone 2-3, dan karung karungnya di zone 7. Prinsip II : Metering scene. Metering perlu dilakukan secara selektif. Dari metering saya mendapatkan angka 1/8 F 7.1 untuk pohon, 1/15 f 7.1 untuk danau, 1/60 F 7.1 untuk karung. Ada masalah, beda kontras antara karung dengan pohon kurang, seharusnya karena perbedaan 4 zona maka perlu ada perbedaan 4 stop (1/125 F 7,1). Tidak apa apa, saya ingat-ingat perhitungan ini dan mengekspos kamera saya. Exposure yang saya pilih 1/30 F7.1. Kenapa ? Karena saya memilih untuk menyesuaikan nilai shadow di zone 3. Maka perlu ada perbedaan 2 stop dengan zone normal (zone 5). Prinsip 3, processing (push/pull). Jika kita menggunakan film BW maka kita perlu mempush film kita (meningkatkan kontras negatif) dengan tambahan processing time 1,5 N. Tapi karena saya menggunakan digital, maka yang perlu saya lakukan adalah mengconvert gambar ke BW, tambahkan kontras sehingga perbedaan antara karung dan pohon menjadi 4 stop (gunakan saja info palette, zone 3 artinya 70 % black, zone 7 artinya 20 % black). Karena saya expose filmnya ga rata (zone 3 ke normal 2 stop tapi zone 7 ke normal hanya satu stop) maka saya menggeser handle di level adjustment (photoshop) ke sisi higlight. Sebelum memotret eh ada mahluk manis yang ringan yang naik ke jembatan, komposisi fotonya jadi tambah bagus. Dijepret, hasilnya seperti yang teman teman lihat Supaya tambah bingung saya tambahin zone2 nya (Mas Setiadi : Gelap di pohon dan washout di karung emang tujuannya hehehe) 0 - Hitam tanpa texture I - Hampir hitam, tanpa detail, kalaupun ada hanya gradasi II - Abu-abu gelap, sedikit tekstur III - Abu-abu gelap dan detail terlihat. Zone yang penting, rata-rata daerah gelap foto jatuh pada zone ini. IV - Abu-abu gelap medium (bingung kan ... saya juga hehe). Daun-daun yang warnanya hijau tua, orang berkulit gelap (negro) V - Hasil light meter kamera ... cocok untuk kulit orang indonesia, langit biru. Daun2 biasa VI - Abu-abu terang, kulit orang bule VII - Abu-abu sangat terang.. zone terakhir yang ada detailnya, baju putih, rumah bercat putih VIII - Putih keabu-abuan - highlight IX - Putih tapi masih ada gradasinya X - Putih tih tih "
Foto anak anak ini, aslinya flat sekali, tidak banyak perbedaan kontras antara FG dan BG. Jadi saya coba bermain main dengan burning and dodging di PS. Terima kasih buat pak Goenadi Haryanto yang mengomentari tentang gradasi abu-abu yang melompat-lompat. Memang betul sih
Oleh: Gladia B. (7718) 21 tahun yang lalu
terimakasih, saya bisa belajar banyak dari tulisan anda...
Oleh: Rd.Sandy Syafiek (30526) 21 tahun yang lalu
bertambah lagi ilmu saya hari ini..terima kasih mas..:)
Oleh: iing Gunawan, sidoel (27236) 21 tahun yang lalu
wah ilmu nambah even nga ngerti :D. itulah kegunaan FN makasih buat sharing ilmu mas
Oleh: Rochim Hadisantosa (104553) 21 tahun yang lalu
ilmuku nambah gak ya.. soalnya aku belum ngerti bener :D Tapi makasih banyak mas Andri, juga mas Kris, topik ini sangat bermanfaat.
Oleh: T. Han (14589) 21 tahun yang lalu
saya juga engga ngerti, biasa pake mode P, S, A doang :))
Oleh: Surya Nanggala, Sonny (4006) 21 tahun yang lalu
hmmmm...walaupun saya bacanya sambil manggut2..tetep saja saya tak mengerti..:(
Oleh: Erwin D. Nugroho (17383) 21 tahun yang lalu
Saya baru dapat ilmu Zone System ini tadi malam, di chat room FN di YM. Pak Kristupa jadi dosennya. Meskipun terus terang saya masih belum paham benar :D Yang masih paling sulit saya mengerti adalah membedakan mana foto yang dibuat dengan setting eksposure kamera (sehingga menghasilkan zone 1,2,3 dst) dan mana yang dibuat dengan setting lighting di objek foto. Sebab, melihat contoh-contoh foto yang dilampirkan Pak Andrian Purnama, rasanya (imho) kita bisa mendapatkan foto seperti itu dengan pilihan objek dan lighting -- tanpa harus njelimet memikirkan setting eksposure, push/pull dsb di kamera. Atau saya yang memang belum mengerti? heheheh :p
Mas erwin :) Maksud dari zone system itu kontrol exposure saja. Ambil contoh fotonya mbak raiyani, jika saya hanya mengandalkan meter kamera, waktu itu meter kamera memberikan angka 1/8 F 7.1, Lightingnya ga berubah tapi hasilnya di kamera bakal pohonnya jadi abu abu, kemudian detail di bajunya mbak raiyani hilang. Prinsip zone system, memungkinkan saya memilih exposure yang tepat untuk scene tersebut. FYI : Kalo kita mengandalkan meter kamera, maka meter kamera akan memberikan exposure yang menghasilkan 18 % gray (abu-abu netral), contoh : coba metering partial ke baju putih, pasti hasilnya bajunya jadi abu abu. Untuk scene yang flat (ga ada range perbedaan exposure yang gede) zone system mah kaga ada gunanya. Jadi komentar bahwa tergantung pemilihan objek juga ada benarnya :p. Regards
Oleh: Triyudha Ichwan (33106) 21 tahun yang lalu
=p~...sooo...complicated.... Menarik, tapi mungkin untuk foto moment tidak berlaku ya? :) karena musti presisi perhitungannya dan momentnya sudah keburu berlalu. Kalau dengan light meter, ukur sini dan sana kemudian hitung averagenya, hasilnya seperti apa ya? Akankah menjadi kontras atau just make it simple dengan menggunakan filter2 khusus BW?
Kalo average kiri kanan, bisa jadi bagus bisa jadi tidak, tergantung sih mas. Kalau nilai stopnya terlalu tinggi ya ga bakal efektif juga. Kalo IMHO sih kita expose pada bagian yang kita ingin tampil dengan tone abu abu netral
Oleh: Goenadi Haryanto (69924) 21 tahun yang lalu
Menarik sekali dsikusi dalam thread ini tentang the Digital Zone System.Meskipun demikian, kita perlu berhati-hati, untuk "mensetarakan" zone system yang diajarkan oleh Embah Ansel Adams, dengan digital zone system yang didiskusikan ini.Zone system yang diperkenalkan Ansel Adams, adalah upaya pengendalian kontras yang berawal dari saat kita melihat sebuah obyek/subyek fotografi yang menarik (utamanya; still life dan landscape", di mana kita tidak terlalu memperhatikan "momen gerak", namun lebih kepada "momen cahaya". Kemudian kita memilih film yang cocok untk obyek/subyek tersebut, membayangkan (previsualising) di mana kita akan menempatkan shadow dan highlightnya (zone berapa, maksudnya), kita juga membayangkan negative kita nantinya, mau diproses over atau under (N+ dan N-), mengukur bagian2 obyek/subyek kita dengan teliti dan menentukan exposurenya (EV, nya).Tata cara yang diajarkan Ansel Adams sangatlah teliti secara teknis dan mempunyai nilai estetik yang amat tinggi.Saya adalah "pemain dan penggemar" digital imaging, namun saya berkeberatan bila teori zone system Ansel Adams disetarakan dengan "mengendalikan kontras dengan digital process". Karena banyak hal yang tidak taat asas pada ajaran Ansel Adams yang murni.Misalnya saja; dengan kamera digital, akan konyol sekali, kalau kita menggunakan versi "overexposing" dan nantinya diolah dengan "underdevelopment". Karena overexposing pada proses digital berarti meng"lenyap"kan high light detail = hilangnya sebagian digital data. Umumnya dengan kamera digital, kita memotret "underexposed" (dengan kualitas RAW), agar semua data terekam. Baru dengan Photoshop (maaf, saya hanya tahu menggunakan satu software ini), kita membuka shadow areanya, melalui "levels", "curves" atau "brightness dan contrast". Sebisanya kita "menahan", agar high light areanya tidak "wash out" (dengan ByClin, he..he..he).Selanjutnya perlu kita ketahui bahwa digital cameras mempunyai dynamic (contrast) range yang lebih panjang daripada film den kertas hitam putih manapun.Dalam uraian rekan Adrian dicontohkan 10 zones dari teori Ansel Adams. 10 zones ini sebetulnya identik dengan 10 grey steps pada dynamic range digital camera. Padahal dynamic range digital kamera lebih dari 10, misalnya; DR (Dynamic Range) 4,2, mempunyai 14 grey steps. DR 4,8 mempunyai 16 grey steps.Bagi mereka yang mendalami fotografi percetakan, maupun fotografi kamar gelap, mengerti bahwa Density= 0,3 ND, adalah 1 (satu) f stop, atau 1 (satu) grey step.Karena itu saya usulkan, agar dalam melanjutkan diskusi di thread ini, kita tidak lagi mengkaitkan zone system Ansel Adams dengan "UPAYA MENGENDALIKAN KONTRAS SECARA DIGITAL" dalam tingkatan (level) yang setara.Ajaran Ansel Adams punya kelas tersendiri dalam fotografi, baik secara teknis maupun filosofis.Meskipun saya adalah penggemar dan pemain digital, namun, kalau urusan Ansel Adams, saya seorang purist dan pengagum berat.
Oleh: Gunawan Wibisono (26231) 21 tahun yang lalu
wah..... sip banget ilmunya! makasih Mas... :)
Hehehe dengan diskusi saya dengan mas Kristupa, saya pernah bilang demikian " Saya ingin memancing pendapat para purist ", karena saya termasuk pengagum Ansel Adams, dan saya setuju dengan pak Goen bahwa dia punya kelas tersendiri. Bang AA memang punya perhitungan yang sangat presisi, sampai kertas cetakannya pun dia harus yang tertentu. Tapi jika saya boleh bermain definisi sedikit, jika kita setuju semantik fotografi yang mengatakan bahwa fotografi adalah melukis dengan cahaya, maka jika kita memakai terminologi melukis, maka zone system adalah salah satu teknik melukis. Dan bila kita kembalikan kepada esensi zone system, maka ujung dari zone system ya contrast control juga. Jadi kenapa kita membedakan "media" nya :) Anyway saya lebih melihat pendekatan zone system, previsualisasi, zone placement dll dll itu adalah pendekatan yang bisa kita gunakan untuk fotografi apapun bentuknya. Contrast control.. so kita tidak seperti "Get lucky" photographer, liat objek bagus, komposisi oke, jepret (percaya aja sama meter kamera) dan ketika hasilnya jadi, kadang2 bagus kadang2 jelek, dan kita bingung :) Saya pernah get lucky sih :p PS : Maap kalo menyinggung
Oleh: Raymond E. I. Pardede (7524) 21 tahun yang lalu
Saya punya sedikit masalah dengan metering... Kamera saya Canon EOS 300V, dan di kamera tsb ternyata tidak ada spot meter. Maklum, dulu waktu pertama beli, belum merasa penting menggunakan spot meter ini. Adakah rekan-rekan yg pernah menggunakan kamera tanpa spot meter spt punya saya? Dan bagaimana triknya menggunakan kamera spt ini? Terima kasih utk pencerahannya...
Oleh: Reynard Lingga (62) 21 tahun yang lalu
Rajin amat malem2 masih browsing FN mungkin yang bisa raymond lakukan adalah dengan: (1) melakukan close metering (metering jarak yang dekat sekali dengan obyek yang mau diukur) (2) kalau tidak bisa close metering (misalnya foto landscape), pakai lensa tele dulu untuk ngukur sehingga daerah cakupannya bisa lebih sempit, setelah diafragma dan shutter speed didapatkan, ganti lensa sesuai keinginan kemudian jepret (3) beli handheld metering yang ada spot meter-nya. Diafragma dan shutter speed disesuaikan dengan apa yang tercantum pada handheld tsb
*Hiks* Artinya beli lagi...beli lagi... 8-} Thanks atas sarannya... ;) Kok perhatiin aja sih malem-malem begini masih suka browsing ke FN ? :"> Katanya ada penyakit FN Sindrome yak :O
Oleh: Indra Koesnady (2102) 21 tahun yang lalu
Reynard, ilmu lo makin ok aja ... salut!! Kapan hunting foto bareng-bareng lagi .... biar bisa bagi-bagi ilmunya sama saya .... :0)
Buat rekan Raymond Pardede: Untuk landscape, atau benda2 jauh yang mendapatkan cahaya alam yang sama dengan tempat kita membidik, ukur dengan cara close metering di "punggung" (telapak) tangan Anda (bagian yang ada kukunya itu, lho), sebagai pengganti grey target 18%. Tentu lebih akurat kalau Anda bisa mendapatkan grey target cardnya. Beberapa waktu yang lalu, di Mal Taman Anggrek Lt 3 (The Camera Shop), menjual alat bantu tersebut. Merknya: Kodak 18 % grey target kit.
Oleh: Hedi Priamajar (49168) 21 tahun yang lalu
Pak Goenadi, kok ada yang pernah kasih tau saya ukur metering pakai telapak tangan, bukan punggung tangan. Bedanya apa sih, Pak ?
Wah... pak Goenadi... masukan baru yang sangat berharga... terima kasih sekali pak mau share ilmunya... Kalau boleh dan berkenan, saya minta penjelasan lebih lanjut mengenai cara mengukurnya step-by-step baik dengan punggung telapak tangan maupun dengan Kodak 18% grey target kit, sebab saya masih sedikit bingung...
Oleh: Kristupa W Saragih (176444) 21 tahun yang lalu
Konsep Zone System (ZS) ciptaan Ansel Adams (AA) perlu kita pahami latar belakang dan situasinya. Ketika menyusun konsep tersebut, AA hidup pada tahun 1940-an saat film berwarna belum ada. Kamera yang dipakai AA ketika menciptakan konsep ini dan menerapkannya adalah view camera (large format/format besar). Kamera view yang banyak kita jumpai sekarang adalah format 4x5 inci. Tapi, favorit AA adalah format 8x10, yang selalu dibawa-bawanya ke lapangan berikut 2 lensa, 12 film holder double, filter-filter, tudung (untuk mem-fokus di viewing screen) dan tentu saja perangkat wajib untuk kamera view yaitu tripod. Berbincang tentang kamera view tentu berbeda dengan kamera medium format atau kamera format kecil 135. Dengan kamera medium format 6x6 bisa diperoleh 12 frame per rol film, atau 16 frame per rol pada format 6x4,5. Sedangkan jika menggunakan format kecil bisa diperoleh 36 frame dalam 1 rol film. Sangat jauh berbeda dengan kamera view yang menggunakan film jenis lembaran (sheet film). Jika dengan kamera kecil 135 dalam sekali proses ada 36 frame yang didapat, di sheet film hanya 1 frame yang didapat. Ini juga yang mempermudah AA menerapkan proses N+ dan N- untuk setiap lembaran film yang dibuatnya. Dengan kamera medium format, bisa saja diakali dengan membawa beberapa film back. Tapi, dengan kamera 135 adalah mustahil memotret 1 scene pada angle yang sama tapi setting aperture/speed berbeda (untuk proses N+ dan N-) kecuali dengan membawa lebih dari 1 body. Hal yang terpenting diketahui, AA membuat konsep ZS berdasarkan pengukuran cahaya yang dilakukan menggunakan pengukur cahaya genggam (handheld lightmeter) jenis spot meter dengan coverage area 1 derajat. Dengan coverage area sekecil itu, diasumsikan bahwa pengukuran cahaya reflected light dilakukan secara teliti zone per zone. Sementara light meter di kamera profesional seperti Nikon F5 sekalipun coverage area-nya 4 derajat, sehingga relatif lebih tidak akurat dibandingkan handheld spot meter. Macam-macam spotmeter yang ada sekarang adalah Pentax Spotmeter V (analog), Pentax Digital Spotmeter, Sekonic 408, Sekonic 508 dan Sekonic 608. Perlu juga diketahui bahwa pada tahun 1940-an belum ada komputer dalam bentuk kecil seperti PC sekarang. Apalagi kamera digital dan Photoshop, boro-boro. Jadi, AA semata-mata membuat konsep ZS untuk dicetak di atas kertas foto. Dan kita ketahui bahwa kertas foto hanya bisa merekam beda kontras sebanyak 5 stop. Itulah sebab mengapa "foto yang benar" menurut konsep ZS adalah foto yang memuat beda kontras sebanyak 5 stop. Dan, karena alam terbuka tidak selalu ideal memuat beda kontras 5 stop, maka AA memperkenalkan proses N+ dan N- untuk mengatasi scene dengan beda kontras lebih dan kurang dari 5 stop. Ketika ada diskusi mengenai ZS digital ini, saya sempat tertarik juga. Dan mengadopsi proses N+ dan N- itu dengan pengesetan kontras secara manual di kamera digital. Tapi saya kemudian sadar bahwa layar LCD tidaklah bisa diandalkan untuk mengecek kontras, kecuali bisa menggotong layar CRT ke lapangan saat memotret. Saya kemudian juga merunut lagi, bahwa ZS digital adalah untuk konsumsi pemirsa digital lewat layar monitor. Beda kontras layar komputer sebanyak 256 tone tentu tidak tepat dianalogikan dengan beda kontras sebanyak 10 zone di ZS yang dibuat berdasarkan step-step perbedaan angka satuan diafragma dan angka satuan kecepatan. Pikir punya pikir, saya berpendapat bahwa ZS secara murni menurut konsep yang dibuat AA tidak bisa diterapkan secara mentah-mentah pada pemotretan menggunakan kamera digital. Tapi, jika foto yang diperoleh melalui kamera digital dan diolah di komputer mengadaptasi konsep ZS-nya AA tentu boleh-boleh saja. Meski begitu, saya tetap kurang setuju jika pendekatan pemotretan digital menggunakan ZS menjadi turunan dari ZS sehingga disebut Zone System Digital atau Digital Zone System. Konsep ZS layak kita ketahui dan pahami untuk membuat cetakan BW secara benar. Tapi, jangan sampai pembicaraan mengenai ZS menjadi memusingkan dan ruwet, terutama untuk pemula. Setting exposure memang penting, tapi ada juga yang tak kalah penting yakni komposisi dan mood yang ditimbulkan dari foto yang Anda buat. Sekedar encouragement saja, bahwa sistem pengukuran cahaya rata-rata ( average metering dan matrix metering) pada kamera-kamera baru sekarang sudah mengadaptasi konsep Zone System ini meskipun pembuktiannya belum pernah ada dan pihak produsen kamera belum pernah mempublikasikan hal ini.
Kamera2 baru sekarang dengan 21 zone metering (canon), matrix metering (nikon) dan honeycomb metering (minolta) menggunakan database yang diembed kedalam chip pemrosesannya. Chip pemrosesan tersebut juga menggunakan beberapa algoritma untuk menentukan exposure. Simpelnya seperti ini : matrix meter melihat pola gelap terang dari hasil bacaan cahaya, kemudian nilai gelap terangnya dibandingkan dengan database, lalu ditentukanlah nilai exposure Lebih enak sih.... Setelah merenungkan hasil diskusi disini, saya setuju bahwa istilah digital zone system mungkin kurang tepat, karena media yang berbeda dan prinsip yang berbeda sama sekali. Judulnya mungkin saya ganti menjadi exposure control inspired by zone system :D hehehe