Oleh: Indi Soemardjan (7483) 20 tahun yang lalu
Rekan2 Yth, Sebagai penerus topik kemarin mengenai FILOSOFI: Your Camera Does Not Matter. , dan khususnya atas reaksi positif dan pribadi dari saya dalam menanggapi penjelasan Mas Aryono dengan analogi piano/alat musik dalam filosofi fotografi, mungkin ada baiknya kalau kita coba menerka/menebak jalan pikir/rasa Mas Aryono dalam memotret sebuah benda atau seseorang. Mari kita ambil contoh…. Barusan saya komentari foto beliau yang menceritakan seorang Wayan Si Pengeluh . Apabila anda lihat sudut pandang foto itu dan juga pengaturan cahaya serta kontras yang dipilihnya, apakah kira2 rekan2 bisa menerka proses jalan pikir Mas Aryono pada saat foto tersebut diabadikan? Ini tentu hal menarik untuk dicoba ditulis di bawah dengan harapan bahwa Mas Aryono akan mencoba bercerita proses pengambilan foto tersebut. Ada yang berani coba memulai duluan?
Oleh: Judhi Prasetyo. (38908) 20 tahun yang lalu
Foto itu jelas punya konsep yang kuat dan didukung dengan eksekusi yang bagus. Tapi yang lebih mendukung lagi adalah post-processing (burning dan dodging, BW conversion, contrast, brightness, levels) yang rapih dan tidak tergesa-gesa. Faktor reputasi dan popularitas fotografernya juga membuat nilai sebuah foto menjadi lebih tinggi.
Tengkyu, mas Judhi... lantas apakah tebakan anda mengenai "thought process" yang dialami Mas Aryono dalam menjepret pada saat itu di tempat itu. Apakah bisa di kira2? Saya rasa "rasa" yang dialami Mas Aryono itulah yang membuat saya penasaran. Cukup akurat apabila saya simpulkan bahwa beliau tahu cara menggunakan "rasa" dalam mengambil sebuah foto/potret, khususnya dgn contoh Wayan penjual burung. What did he feel or think when he snapped the photo? Apakah "rasa"? Apakah "rasio/otak/pemikiran"? Apakah kedua2nya?
Oleh: A. Raditya Pratistha D,Ndoro Tuan (44548) 20 tahun yang lalu
hard live....mungkin
Oleh: Bernard Juniardy,Beben (50050) 20 tahun yang lalu
Menurut pendapat saya mas Indi, setelah saya amati di hampir semua karya foto mas Aryono ini, memiliki kualitas tehnis pengambilan expose yg luar biasa baiknya, terus terang saja secara jujur saya belum mampu membuat karya seperti beliau. Dan hal ini terjadi di hampir semua karya foto beliau khususnya pada karya yg mas Indi sebutkan.Kemudian saya melihat dari segi rasa, saya melihat karya2 beliau ini memiliki makna yg mendalam.. :)
Oleh: Yoni Tan (13785) 20 tahun yang lalu
Nggak tahu benar atau tidaknya sih, tetapi saya pernah sekali ikutan hunting dan rasanya yang berpengaruh sangat besar didalam foto2nya itu terutama adalah pengenalan terhadap pribadi yang akan difoto, sehingga dalam hal ini terlepas dari kualitas teknis suatu foto. Pernah membaca sepintas juga dari situs foto lain, bahwa setiap orang itu pada dasarnya mempunyai "wajah 15 menit", dimana dia akan berusaha menjaga image pada dirinya dan jikalau kita bisa menembus barrier yang ada, maka yang terlihat itu adalah dirinya yang lebih lepas/santai. Dalam hal ini sih Pak Aryono interpersonal skill-nya yang sangat menonjol sekali, disamping juga penguasaan teknis fotografi yang sangat mumpuni. Untuk foto Wayan itu sendiri, rasanya sulit diperoleh jikalau Pak Aryono sendiri tidak mengenal Pak Wayan didalam kesehariannya dan menceritakan ulang sebagai caption di foto tersebut.
Oleh: masbaz (39152) 20 tahun yang lalu
Fotografi itu kan seni menampilkan selective realitySaya rasa thought process yang dialami Pak Aryono seperti dimaksudkan Indi bagaikan seorang musisi mendekati alat musik kesayangannya.... ada rasa tak sabar bagaikan anak kecil di dalam toko permen tatkala melihat Wayan temannya dalam natural habitatnya disapu sinar kuat dari sisi... beliau langsung bisa memutuskan,"ah... ini photographic moment.." namun disiplin seorang musisinya mempu membuatnya dengan l a m b a t menikmati setiap ketuk iramanya, sampai akhirnya beliau merasa telah 'menguasai' situasi dimana obyek berada. Selanjutnya... beliau telah 'larut' dalam kenikmatan alunan musiknya...Maaf ya Pak Aryono... kalau saya mengada ada... itu tuh, si Indi yang mulai... (sambil nunjuk Indi dengan malu2)
Oleh: M. Ribaldi Adiwar (1216) 20 tahun yang lalu
Saya Ikung,.... adik angkat mas Aryono. Rasanya sejak 20 tahun saya kenal betul perangainya. Wajarlah kalo saya tahu betul bahwa ia pernah bilang kalo tiap orang punya basic character dan bad habit. Yang parah kalo basic characternya bad. (pinjam istilah ya bro). 8-} Ada kebiasaan (jelek atau bagus yaaa?) mas Aryono setiap hunting,... selalu merokok cukup lama, gear yaaa biasanya cuma leica. Terus matanya bak pencoleng,. cepat sekali tanggap atas situasi. Tapi,,,,,, ini yang saya salut. Ia pasti mengobrol atau memperkenalkan dirinya sebagai tukang foto. Obrolan ngalor ngidul,... lalu dia minta ijin memotret. Ujung2nya dia mengeluarkan secarik kertas kecil, yang ada tulisan tangan. Lalu dia jelaskan bahwa foto itu suatu saat akan dipakai untuk pameran, atau publikasi lainnya. Setelah itu ia segera mengeluarkan sejumlah tunai berdasarkan kesepakatan berdua. Hal lain, yang saya salut adalah network pertemanannya, teman banyak, sahabatnya justru dikiiit bgt. Tapi, kalo Aryono bilang kumpul yuk!,,, semua sahabatnya pasti bela2in dateng. Dan mereka punya tempat yang jauhhh dari keramaian,... di laut. Kenapa di laut? Maklum sahabat aryono juga beken,... Vina, Addie Ms, Omar Anwar (boz Mandiri), Sigit Pramono (boz BNI), Sofyan Alisjahbana (boz Femina) dan Arief Suditomo (RCTI) :-$ Ada rekan lain yang tahu cara mas Aryono dealing? :-
Oleh: David Dewantoro (22969) 20 tahun yang lalu
woiii Kung.......!
Apa khabar Loe Ikung....?Jadi inget dulu kita motretin kalender ...apa yah? Yang mobil gw ditabrak orang mabok didepan rumah mas Djati :)) Kalau nggak salah 13 tahun yang lalu deh..Baca pengalaman Ikung aku jadi teringat kisah-kisah fotografer National Geo yang ditayangkan di N.G. channel
Oleh: Charles H. Hadi, Jade (13203) 20 tahun yang lalu
Menurut saya sih ... penonjolan karakter dan cerita.
Y. Tan menyebutkan ttg " terhadap pribadi yang akan difoto" dan Ikung mengenai "pendekatan secara manusiawi dan minta ijin", Jade juga mengatakan serupa. Ini semua amat menarik mengingat saya atau banyak fotografer lainnya tidak pernah merasa perlu (atau mungkin malu/sungkan) untuk bersikap terbuka secara personal sebelum memotret orang lain: takut ditolak permintaannya atau alasan lain. Mungkin dengan adanya proses mengenal si target lantas kemungkinan untuk me"rasa"kan apa yang dilihat akan lebih manjur untuk diabadikan. Bukankah begitu? Saya tunggu tebakan selanjutnya.
Oleh: Mario Andi Supria (72635) 20 tahun yang lalu
Foto ini Four Seasons mendapat nilai 59 doank. Ada cerita nyata tentang foto ini, sbb: Saya kenal mas AHD belum lama, rekan Barry Kusuma yang kali pertama menyebut nama AHD dan karya2nya yang luar biasa. Tak sangka beliau punya Villa dekat rumah saya di Ubud. Belum lama, mas AHD tinggal sebulan disini. Saya menemani dia hunting bareng, sampailah kita di Four Seasons Sayan yang memang mahal sekali. Kita bertiga ngobrol di cafe, lalu mas AHD diam-diam memotret. Tak lama, didatangi supervisor sembari melarang. Mas AHD cuma minta maaf sembari bertanya siapakah yang in-charge untuk perijinan memotret. Akhirnya kita diijinkan memotret, setelah AHD berbicara via telpon dengan menyebut nama pak Omar Anwar (sahabatnya yg juga langganan tetap di htl ini). Seminggu kemudian, mas AHD pulang ke Jkt karena anaknya usai liburan. Konon ia berjanji mengirimkan hasil foto untuk menejemen 4 seasons sebagai rasa terima kasih atas diijinkannya memotret. Tiba2, siang bolong mas AHD nongol lagi di depan rumah saya, lalu mengajak saya hunting. Tetapi bukan hunting,.. Mas AHD mendapat order pembuatan foto untuk brosur four seasons. Konon GM four Seasons direkomendasikan oleh pak Franky, pemilik Chedi Htl untuk memakai jasa fotografi mas AHD karena ia memang sering berbisnis dengan AHD. Saya menyesal, kenapa saya selalu bertanya foto secara teknisnya saja. Sekarang saya mengerti ttg latar belakang sebuah rencana berupa konsep, objek, dan eksekusi dengan memberi karakter pada setiap foto untuk punya "aura". Saya juga belajar inter personal skill mas AHD dalam bahasa asing dan teknik dagang yang tidak umum. Bung Indi, terima kasih atas thread di forum ini. Fners,... FPE bukan segalanya. Lihatlah karya mas AHD yang nilainya selalu miskin 3TU, tapi ia memperoleh keuntungan dari tata cara bergaul ala orang timur, walau ia praktis ala bule. Liat juga foto Samuan, modelnya bernama Kadek, ia diberi pengarahan dari mas AHD agar ekspresi memotong ala orang lugu dengan arit (umumnya memotret dengan pisau tajam). Foto ini tidak FPE, tetapi laku dibeli oleh Hyatt htl untuk brosur bertajuk "our traditional kitchen".>>> Biasakanlah untuk meminta ijin saat memotret orang, lalu pelajarilah karakter ekspresi yg khas dari tiap2 individu spt cara ia berpikir, tersenyum, spontan, ragu maupun kecewa. Banyak hal bisa menarik, saat kita punya pendekatan dengan niat yang baik. Percayalah. Sejak kenal mas AHD, saya sudah mulai membiasakan cara2nya memperlakukan model2 yang baru dikenalnya. Dengan rayuannya untuk membangkitkan rasa percaya diri model, dan guyonan khasnya. Mas Aryono, terima kasih atas persahabatan kita. Kelak, kala kita menitis kembali, saya pengen dipotretin mas ditepian Ulu Watu, saat hitungan ketiga, saya terjun ke jurang deh.. sesuai saran mas,,, ntar saya tagih fotonya ,.. saat reinkarnasi lagi ya Blih? 8-x
Oleh: Haryanto R (6495) 20 tahun yang lalu
wah wah wah, terima kasih kepada indi, mas ikung, dan mario atas pencerahannya, memang gaya AHD yg diceritakan oleh kalian patut diteladani
Oleh: Aryono Huboyo DJATI (127032) 20 tahun yang lalu
Wahhh, kok jadi aku terus yang di bahas?? Just taking, taking, pictures ajah. Ntar dapat rumusan sendiri kok. Kung, nambah list sahabat: Indi Sumarjan. Mario, beneran yaaaa terjun. Aku pake camera yang bisa sequence dehh agar ada prolog, anti klimaks, klimaks: pas banget tuh darah berceceran. Ntar ta cetakin di Nirwana.
Oleh: susilo w. (50869) 20 tahun yang lalu
Maaf agak OOT... kalau nyari sahabat rumusnya apaan sih...?
mas Susilo, gampang, kenalan dulu, terus baik ama kita, terus traktir kita, terus kasih D70 buat kita. Ntar anda memperoleh pahala, rejeki dan limpahan rahmat dari Tuhan YME, selama anda ikhlas.
Mengeluarkan lembaran tunai? :O ... kapan dong Mas Ary motret saya.. bisa saya dapat tunai... :D
Oleh: Hedi Priamajar (49168) 20 tahun yang lalu
Hal-hal seperti yang dituturkan oleh Ikung dan Mario ini yang gak ada di buku teori fotografi :) Mas Aryono, sahabat-sahabatnya jangan dilarang dong untuk 'membeberkan' diri Mas Aryono kalo dari situ saya bisa ambil pelajaran :)Thanks buat semua, juga Indi untuk thread-nya.
Oleh: Heru Tjandranata (11165) 20 tahun yang lalu
Wah, thread ini sangat inspiratif. "Aura" Pak Aryono terbaca di tulisan2 beliau disini, walaupun cuma sedikit saja dan tidak ada hubungannya dgn fotografi. Thx for sharing Pak. Bung Indi, thx juga udah bikin thread ini, saya banyak sekali belajar. Apakah nggak lebih cocok masuk diskusi konsep dan tema?
Oleh: Henny Tri Marhaeny Irawati (456) 20 tahun yang lalu
menurut saya kondisi Bapak Aryono sekarang ini tak lepas dari buah kerja keras, semuanya lewat PROSES......nah sepertinya PROSES itu yang perlu diceritakan ke kita-kita....setuju pak Aryono? :)
Oleh: Andi Lubis (14072) 20 tahun yang lalu
Jujur aja... meski Aryono terkadang sangat menjengkelkan, saya sgt menghormati dia... kagum pada karya2nya... Saya sgt menikmati gerak-geriknya saat memotret, meski -sambil jaim- beliau akan melarang saya memotret apa yg beliau siapkan untuk dipotret .... :D dan hmm, banyak pelajaran berharga yang saya petik dari setiap interaksi kami. Meskipun beliau menyampaikannya dengan cara2 yang sangat menyebalkan.... hehehehe ... Aryono, miss u so much ....
Oleh: Andy Sugiharto (54126) 20 tahun yang lalu
Indi, thread yang bagus dan menyenangkan untuk dibaca dan diikuti. well done..
terima kasih kembali atas komentar dari rekan2... saya sekarang sedang mengalami krisis penyederhanaan konsep, alias lagi serba ribet di otak tidak bisa meyederhanakan sesuatu. konsep mas aryono amat sederhana sehingga bisa membantu saya menenangkan diri agar kembali ke pemikiran mendasar mengenai "rasa", apapun artinya. apakah ada tebakan lagi dari rekan2 lain yang mungkin agak berbeda dari yang sudah tertulis diatas?
=D> =D> =D> Buat Indi Mas Aryono :(( :(( ajarin jualan foto Donk!! :(( :((
Bung AK Lubis: Kesannya saya sempat melarang anda memotret? Maksudnya waktu kita di Aceh? Tolong dipahami, bahwasanya, saat itu kita berdua di pesisir Aceh sempat bertemu 1 peleton TNI, yang mana komandannya melarang kita memotret. Saya ingat bahwa wkt itu Anda bilang wartawan sembari menunjukkan ID anda. Sayangnya,..... tidak effektif. Karenanya saya 'terpaksa' memakai cara saya. Yaitu menghubungi ajudan Penguasa Darurat Militer di NAD agar dia menjelaskan ke komandan peleton ttg ID saya. (saya bukan wartawan, tetapi utusan khusus 3 menko,....Kesra,...Polkam,....dan Ekuin) untuk diberi access langsung ke segala lini kehidupan sosial saat undang2 darurat militer diberlakukan di NAD. Ternyata,..... efektif khan. Komandan peleton memberi ijin untuk memotret, bahkan menawarkan bantuannya untuk 'patuh' sejenak dalam waktu 15 menit. Itulah sebabnya saya (kita??) leluasa memberi arahan tentara 1 peleton agar berlakon 'menyisir',....'berlari di rawa',.... dan 'siaga'. (Tolong dimaknai bahwa mereka patuh didasari secarik kertas bertandatangan Menko RI) Mudah2an anda masih ingat saat saya protes (bukan melarang!) agar tidak berada di dekat saya. Maksudnya sekedar membedakan 'angle' atau sudut pengambilan, disaat waktu yang sangat singkat,... hanya 15 menit. Itupun anda tampak lebih semangat memotret dengan dimudahkannya semua fasilitas di lapangan seperti tentara yang patuh atas arahan saya. (Tolong disimak bahwa mereka patuh terhadap saya,.... bukan anda!) Saking semangatnya anda memotret, sampai batere Camera Digital anda tercebur di rawa. Maaf,..... saya bekerja berdasarkan ketenangan, dan konsep yang jelas. Selebihnya anda pun tahu bahwa foto itu saya siapkan untuk kampanye anti kekerasan dan persiapan materi pameran foto saya yang berjudul jelajah mata hati. Dengan harapan, anda tidak menggunakan idea 'performing right' atau menyebarluaskan foto yang notabene karya anda, saat 'teman hunting' anda punya harapan agar fotonya bersifat exclusive, dan akan di 'umumkan' setahun kemudian. Tentu anda ingat tatkala saya menggelar kasus diatas dihadapan Dita Alangkara (AP), Wedha (AFP) dan Beawiharta (Reuters) untuk memberi 'pencerahan' ttg makna dari hunting foto bersama. Mereka pun maklum sekaligus menegaskan bahwa umumnya harus ada jarak antara kita berdua saat melakukan liputan fotografi. Tolong diingat, bahwa saya cukup tegas untuk meluruskan hal2 yg definitif. Saya tahu anda sempat upload di FN atas foto tentara di pesisir, bahkan di koran (tempat kerja anda) pun dimuat. Pahamkah anda bahwa saya sebagai 'producer' dengan wewenang absolut thd arahan tema di pesisir itu, malu untuk berpameran foto. Khawatir dibilang 'mirip' atau 'ada kesamaan' antara foto tentara di pesisir karya saya dan anda. Bagi rekan2 di FN, yang kebetulan hadir di pameran saya (10 Februari 2004 di Nikko hotel – Jakarta) atau setidaknya memiliki buku "Jelajah Mata Hati",.... numpang tanya,... apakah ada foto karya saya dengan tema 'tentara di pesisir'? Jawabannya adalah NIHIL. Rupanya konsep 'etika' berkreatifitas ala AK Lubis sangatlah berbeda jauh dengan 'etika' saya. Anda punya foto bagus. Sementara saya yang punya konsep, nyali mengarahkan tentara yg bersenjata laras panjang, dan cita-cita serta harapan untuk berpameran,.... "kalah cepat" oleh AK Lubis yang suka berucap 'ini gaya medan, bang!'