Oleh: Feri Latief (10508) 20 tahun yang lalu
Ini kisah asli dari majalah Pantau tentang james Nachwey ketika meliput kerusuhan Ketapang. Hasil tulisan AMALIA PULUNGAN dan ANDREAS HARSONO Walaupun fotografer profesional fotografer tapi tetap nilai-nilai kemanusian harus dijunjung tinggi. Semoga kisah ini bermanfaat.
Oleh: Andi Hasyim (873) 20 tahun yang lalu
Rasanya kembali kepada apa namanya HATI NURANI yang dimiliki oleh pewarta foto, James Nachtwey dibayar ribuan dolar untuk foto tersebut, sementara kita-kita kulit asia cuma ratusan ribu perak doang, itu HATI NURANI. Tolongnya kan pada James Nachtwey, bagaimana perasaannya ketika kejadian 11 September dipelupuk matanya di dalam negerinya sendiri.
Oleh: Hendra Ocky Wilyanto (1835) 20 tahun yang lalu
Setuju .. rada ngeri .. tuch orang asuransinya gede.. kita begitu nolong TNI waktu kerusuhan itu kena hajar juga ... waa betul bang Hati Nurani ada pada Nurani ujung jari Shutter release, adalah insting seorang jurnalist untuk meliput apa yang dia lihat awal tetapi kaidah kemanusiaan tidak boleh diabaikan untuk menolong heeeemm ...berat
Oleh: Totok W (1086) 20 tahun yang lalu
Kalau pingin banyak tau soal hati nurani, Bisa film Shotting War atau Price to Peace.
Oleh: HSGautAmA (13122) 20 tahun yang lalu
Pertanyaan itu tergantung pada situasi dan acuan pokoknya. Biasanya lembaga pers yg baik punya acuan yg disebut sbg "hostile environment coverage". Gunanya semacam etik dan pedoman perilaku selama peliputan didaerah yg abnormal. Disebut abnormal yakni disatu situasi misal perang, kerusuhan, atau bencana alam. Penjabaran panjangnya sih kompleks. Bagi yg sudah mengalami hal itu (datang kelokasi kerusuhan dan menetap disana cukup lama) maka akan paham apa yg dimaksud: tergantung sikon dan acuan pokoknya.
Kalo bapak HSGautAmA biasanya headshoot dan midleshoot, kamera movienya selalu on, gitu ya pak
Oleh: Reza Riantono Sukarno (5717) 20 tahun yang lalu
ABRi aja yang nembak pake bedil bisa dipukulin apa lagi yang nembak pake kamera
Oleh: Ardi W. Dechan (37) 20 tahun yang lalu
Saya udah pernah liat tuh foto di situs (lupa namanya..), and (klo nggak salah) di film war photographer jg ada. Well dilema klo ada posisi spt itu, kalo saya pasti ambil gambar dulu..A GREAT MOMENT NEVER HAPPENED TWICE..
Oleh: Eleena Oktavian (1448) 20 tahun yang lalu
Bener juga Andi Hasyim, tergantung HATI NURANI. Kalo dibayar kecil, motret aja, tapi jual ke majalah asing. Bener gak Bung Andi? He..he..he..
Oleh: alex radio (12) 20 tahun yang lalu
jelas nolong dulu lah !!! apa mau kita disangka gak punya perasaan malahan bikin moment foto ??? gimana kl kita yg lagi susah trus difoto ma orang2 ????
Oleh: Antonius Wahyu S (4423) 19 tahun yang lalu
Saya jadi ingat fotografer jawa post, yang memotret truk TNI pengangkut suporter yang terbalik. Dan fotonya menjadi pemenang. Kalau menurut saya mending motret dulu, nolonginnya belakangan. :D
Oleh: iwan kurniawan (44) 19 tahun yang lalu
memang suatu dilema tugas fotografer, tp yang pasti itulah tugas fotografer jurnalistik merekam suatu peristiwa dan menyebarkannya secepat-cepatnya
Oleh: Benny Hamonangan (13171) 18 tahun yang lalu
kamera adalah "senjata utama"seorang jurnalis photo. arti senjata utama ini adalah hasil dari senjata inilah yang nanti akan merubah paradigma masyarakat.hasil berupa photo yang akan dipublikasikan media cetak kepada masyarakat yang heterogen akan menghasilkan feed back...disinilah peranan jurnalis photo akan terlihat!Nachtwey,disini saya melihat bahwa ketika meliput dia adalah seorang profesionalisme.Apabila dia berpikir secara kemanuasiaan maka dia tidak akan motret namun dia sadar akan tuntutan dan dampak dari ketika dia memotret kerusuhan tersebut di masyarakat maka dia pun motret,bukan?.Dampak dari photo tersebut adalah terbukanya mata masyrakat akan kerusuhan tersebut yang pasti akan menghasilkan komentar negatif dan positif namun satu hal yang harus dilihat dari posisi Nachtwey adalah dia mampu memberi merubah masyarakat akan dampak negatif dari kerusuhan tersebut. Saya pernah membaca kisah seorang Jurnalis photo (saya lupa lg namanya) yang memotret seorang anak korban kelaparan yang terduduk akibat tertinggal antrian makanan dengan seekor burung pemakan bangkai menunggu anak tersebut. Sang Jurnalis menulis kisah tersebut dalam diarinya yang menuliskan bahwa betapa tertekannya bthinnya dan selalu berpikir apakah anak tersebut masih hidup atau telah mati? Setelah dia memenangkan penghargaan Publishzer (sori klo saya salah tulis) tak lama dia meninggal dunia akinat tertekan bathin dari semua ejadian yang dia saksikan dan ternyata anak yg dia photo masih hidup. Inilah yg disebut dilema para JUrnalis pHoto...motret atau tolong? Mungkin hanya ini tanggapan dari saya...salam
Oleh: Fehmiu Roffy Tavare (16427) 18 tahun yang lalu
mungkin dengan foto itu kita dapat menolong orang lain...
Oleh: Rinaldi Maskinantan (1498) 18 tahun yang lalu
Ditolong atau dipotret dulu? Kedengarannya memang dilematis.. Tapi dalam kondisi seperti nachtwey di atas, memang beliau tidak punya kapasitas banyak untuk menolong..