Oleh: Agan Harahap (77838) 18 tahun yang lalu
sempat terhenyak ketika membaca komentar : " dimana seni fotografinya ?? " terus beberapa judul foto yg menggunakan: 'the art of,....' ,'the art of,.." n blablablabla... lalu,..ada pula yg namanya fine art photography?? --> apa lagi itu ?? saya sempat lihat2 di sebuah situs lokal tentang sebuah galeri di bilangan kemang yg katanya mengkhususkan diri kepada fine art photography,.. kok berani2nya sih bilang fine art photography?? emang ada nilai2 yg meng-kategorikan sebuah foto sehingga disebut dgn fine art ?? lantas saya terpikir,.. nilai seni apa atau yang mana sih yg terkandung dalam fotografi? apakah cuma sekedar objek/ komposisi/speed/diafragma/pencahayaan,dsb dsb ? apa sih sebenarnya seni fotografi itu? lalu,.. apa iya benar kalau fotografi itu memang masuk dalam bidang kesenian? kalaupun fotografi masuk dalam bidang kesenian,.. saya rasa,untuk menjadi seorang 'seniman foto' (fotografer?),cukuplah mudah.. asal punya uang,beli kamera,lensa n segala tetek bengek nya,..maka tiba2 menjelma lah orang itu sebagai seorang fotografer ? lantas,bagaimana dengan nasib seni lukis,patung,kriya,grafis,tari dsb dsb?yang saya percaya,tidaklah mudah untuk menekuni kesenian2 tsb karena memerlukan 'sesuatu' yg kita kenal sebagai bakat/talenta. sedangkan di fn ini,..ada berapa ribu atau juta orang yang menyatakan diri fotografer?? dengan atau tanpa bakat,tetaplah ia seorang fotografer? atau mungkin suatu saat,..ada sebuah 'seleksi alam' yg membedakan antara seniman foto,fotografer,pengrajin foto serta tukang foto ? tulisan ini cuma sekedar pelampiasan dari pemikiran dan pertanyaan2 yg kerap mengganggu saya belakangan2 ini.. terimakasih...
Oleh: Sumaryanto Bronto (10038) 18 tahun yang lalu
=D> =D> =D> =D> =D> =D> =D> MAKIN SERU!!!!
Oleh: Yano (15849) 18 tahun yang lalu
lha yang punya thread ke mana ya........
Oleh: Feri Latief (10508) 17 tahun yang lalu
Seni atau tidaknya tergantung muatan yang dikandungnya. Itu yang membedakan seni dan tidak seni. Kekurangan fotografer kita adalah tidak memberi muatan yang lebih dari sekedar nilai-nilai standar fotografi. Kecenderungan mengukiti trend akan mengurangi muatan yang terkandung dalam fotografi. Dan itu yang terjadi dalam dunia fotografi di Indonesia, kurang kreatif! Ketika motret landscap hasilnya kayak Daniek Sukarya semua. Waktu memotret model hasilnya kayak Darwis Triadi. Begitu pula di foto jurnalis semua fotografer ingin jadi Oscar Matuloh. Waktu musim IR semua foto make IR. Hanya sedikit yang punya pemikiran sendiri dan membuat karya berbeda. Boleh saja ikut trend, sah-sah saja. Saya sendiri pun cenderung mengikuti trend. Tapi kalau ingin lebih dihargai berilah muatan lebih terhadap karya foto kita. Itu yang membedakan foto kita dengan yang lain. Dan inilah kelebihan dunia barat sana, mereka terus bereksplorasi dalam menciptakan nilai-nilai baru dalam fotografi. Sehingga nilai-nilai dalam fotografi pun berkembang. Kualitas muatan dalam fotografi ini harus terus digali dengan memberi nilai-nilai baru dalam fotografi. Nilai-nilai baru yang terus berkembang menjadikan fotogafi itu akan berkembang pula. Proses pemberian muatan dan nilai-nilai baru inilah yang menurut saya sebagai proses kreatif seni fotografi. Dan muatan ini lahir dari proses pemikiran yang panjang dan dalam. Kecuali dapat ilham tiba-tiba dari langit. Memang kendalanya ketika kita mulai memberi muatan lebih pada fotografi kita akan lari dari mainstream dan cenderung tidak mengikuti trend fotografi, bisa dipastikan foto-foto kita yang sarat muatan ini akan ditinggalkan trend. Tapi disitulah tantangan dan proses seleksi alamnya. Disitulah penilaiannya kita berkesenian atau tidak: konsistensi proses memberi muatan lebih dari sebuah karya fotografi ! Bukan begitu, Gan?
Oleh: joey (15885) 17 tahun yang lalu
revolusi fotography indonesia..8->....
Oleh: Agan Harahap (77838) 17 tahun yang lalu
ketika membaca tulisan sodara Eki Akhwan di artikel..entah kenapa, saya kembali tergerak untuk membuka n membaca kembali thread 'omong kosong' yg saya sengaja 'terlantarkan' ini.... feri latief : begituuuuuuuuu....;) Suherman : kata2 yg cukup menarik ;) lantas...yg menjadi pertanyaan sekaligus (mungkin) pernyataan kekecewaan saya ialah : 'kenapa setelah beberapa terjadi perbincangan ini ,tidak ada yang berupaya untuk memajukan/menaikkan 'harkat n martabat' (nya/) fotografi indonesia ?? mengapa selama ini yang muncul dan yg di beri penghargaan tinggi (berupa nilai yg tinggi maupun FPE) hanya foto2 'pop' yg itu2 saja?? mengapa para fotografer2 indonesia (fn),memberikan penghargaan yang terkesan 'BERLEBIHAN' untuk sebuah karya foto yang biasa2 saja bahkan cenderung vulgar?? apakah ini merupakan kecenderungan dari pola pikir dan gaya hidup fotografer2 indonesia yang cenderung bebal? atau mungkin takut ?atau mungkin berjiwa plagiat ? atau bahkan,...'setia kawan' ????
Oleh: Jimi (7839) 17 tahun yang lalu
hush.....lo tuh yeeeeeeeeeeeeeee..............
Oleh: Victor Nicholas Sitorus (21195) 17 tahun yang lalu
tapi fotografi juga bukan lah hal yang mudah, dan kalau dibalik bisa aja lho, misalnya orang pengen jadi pelukis, dia punya duit beli kuas sama kanvas lalu corat coret , lalu bisa aja dibilang lukisan abstrak :)). foto dibilang seni, karena dalam pembuatan dibutuhkan konsep dan merupakan expressi dan chiri khas dari pembuatnya, sama seperti orang yang melukis. bedanya, pelukis bisa melukis tanpa membutuhkan model, dia tinggal membayangkannlya saja. dalam fotografi juga sama, tapi pasti membutuhkan model. kalau enggak, gambarnya darimana dong :))
'kenapa setelah beberapa terjadi perbincangan ini ,tidak ada yang berupaya untuk memajukan/menaikkan 'harkat n martabat' (nya/) fotografi indonesia ?? sebenernya sudah banyak yang mencoba ini, bahkan sampai ada yang frustrasi. masalahnya adalah, ORANG KITA TIDAK KOMPAK. (ini memang teriak, karena saking keselnya, gak dimusik, photo, dan dimana mana sama aja), waktu belum banyak duit, mereka berfikir idealis.mau ini, mau itulah tapi setelah berhasil dapat penghasilan banyak, langsung lupa sama tujuan semula. masalah ini sudah pernah dibahas oleh beberapa fotografer senior, tapi hasilnya nill. karena orang2 yang diharapkan bisa memajukan photography, malah cuek aja, yang penting posisi mereka udah aman. tapi bukan semuanya lho yang cuek, tapi memagg lebih banyak aja daripada yang perduli. dan ironisnya orang2 yang perduli itu, akhirnya banyak yang tersingkirkan, dan hilang begitu saja.
ke load dua kali
hmmmmmmmmm...mas nikolas...mungkin bukan cuek atau gimanaa gitu...cuman .{ini persepsi pribadi saya]...disini secara tidak langsung telah dikondisikan bahwa sorang fotografer haruslah menjadi seorang ...taruhlah darwis triadi [ maaf dijadikan contoh]...atau siapa gitu..atau kondisinya menjadi kamu bisa dibilang seorang fotografer apabila sudah bisa bikin poto dengan nuansa romantic plus awan yg indah dan skin tone yg ciamik dengan tentnya balutan model cantik nan memikats.........ini hanya persepsi saja..nah ironisnya setelah barada pada barisan tersebut seakan2 ini pembenaran bahwa fotografi yg baik dan benar adalah seperti itu..akan halnya seperti foto jurnalis bahwa foto jurnalistik haruslah seperti ini...tidak boleh seperti ini...terus terang kegiatan fotografi..sebutlah alternatif fotografi [ mengambil istilah dari musik yg booming diytahun 90an]..bukanlah hal yang aneh...dan bukan hal yg tidak biasa....ini sudah ada di eropa sejak sebelum kita merdeka dulu...[menurut pengamatan saya]...tetapi kadang kita lupa bahwa poto bukanlah sebuah nilai ekposur dan diafragma semata.....bahwa fotografi bukanlah hanya sekedar lensa panjang atu lensa pendek ....tetapi bisa lebih luas dan dalam lagi...ini hanya ilustrasi saja......oke kembali ke topik ....wacana fotografi kita terlalu sibuk dengan permasalahan teknis dan tetap menjual sebuah keindahan khas indonesia [ BACA : MOOI INDIE]...jadi inget jalan braga and the JELEKONG..........hmmm...want to be a jelekongers anyway.........me??......not sure..........im on my way.........gans.. JUST FUCKING DOIT BABY..........hayu atuh.
Oleh: Budi Herawan (31753) 17 tahun yang lalu
ikuts ah. kalau menurut saya, dalam senirupa murni kita tidak bisa berbicara tentang baik dan buruk, benar dan salah. karena kita berada dalam wilayah subyektif si seniman tersebut. jangan disatukan dengan "seni komersial" karena (menurut saya) sudah lebih dekat ke wilayah desain. dari contoh om Jimo diatas tentang Darwis Triadi, mengenai foto2 beliau sebagai foto yang baik dan benar... yup, foto2 itu "baik dan benar", dengan kata lain menurut saya: laku dan disukai publik. so, what's the problem? kita ingin berbicara tentang posisi fotografi dalam senirupa murni, ataukah mempertanyakan trend fotografi saat ini? kalau kita masih mempertanyakan kenapa foto begini yang laku, kenapa foto begitu yang FPE. ya mending kita kursus motret aja deh, terus cari marketing yang bagus. hehehe...
heheheh....yeah ...saya satuju kang buds....yah ini memang akan menjadi suatu wilayah yg sangat subjektif...kekekeke.....keur telmi yeuh urang buds.....isukan deui mikirna nya.............heheheheeh............
Oleh: Abi Arditya D (1266) 17 tahun yang lalu
kayaknya cuma tergantung skill+peralatan+kreatifitas+yang paling penting:perasaan hahahahha
Oleh: Anton Dewantoro (1607) 17 tahun yang lalu
Apa sih yang di dunia ini tidak bisa disebut seni? Fotografi juga. Soal galeri di kemang yang sok nyeni ya biar saja. secara alami akan keliahatan kok mana yang benar2 seni mana yang bukan