Oleh: Bernard T. Wahyu Wiryanta (4252) 17 tahun yang lalu
Kalau biasanya diskriminasi itu biasanya yang menjadi korban pasti masyarakat minor atau kelas bawah. Tapi ada satu diskriminasi yang malahan menyerang peralatan fotografi High End. Jadi begini ceritanya: Pada waktu itu sepulang dari perjalanan ke mBandung lewat jalan raya alternatif Cileungsi, saya berhenti sejenak untuk mendinginkan mesin mobil di Taman Wiladatika CIbubur d.h Bumi Perkemahan Cibubur. Lha dalam perjalanan setelah pintu gerbang, eeee kok saya melihat ada beberapa ekor kera (Macaca fascicularis) yang bergelantungan sambil menggendong anaknya, dengan sigap saya rem kendaraan dan saya keluarkan Nikon D1x yang di depannya sudah terpasang lensa 200-400mm. Waktu itu ada juga ibu-ibu dan beberapa keponakannya (mungkin) juga sedang memotret kera menggunakan kamera pocket digital. Eeeee lha kok tak lama kemudian datanglah petugas keamanan yang melarang saya memotret sebelum ijin. Lha itu hak mereka memang. akhirnya saya meminta ijin untuk memotret di kantor pengurus. Petugas di kantor setelah mendengar penjelasan saya hanya memotret kera kemudian memberi ijin memotret. Tapi tak lama kemudian si satpam masuk lagi dan memberi tahu perihal peralatan saya. Setelah melihat, kemudian petugas tadi mematok tarif Rp 150.000,- untuk memotret dengan alasan kamera saya kamera profesional, sedangkan ibu-ibu tadi hanya memakai kamera pocket. Lho piye to iki, ada diskriminasi kamera to rupanya. Salam Wildlife
Oleh: Cipta Robbi Wibowo (1678) 17 tahun yang lalu
yah sudah kalo bgitu....
ambil saja hikmah nya....
Yu.... Uuuu....
Oleh: Bayu Swandhani S, Papz (15215) 17 tahun yang lalu
Wiwin :|
Oleh: Theodorus Widiatmoko (1420) 17 tahun yang lalu
weleh-weleh....
Oleh: Rinaldi Maskinantan (1498) 17 tahun yang lalu
Apakah tarif 150 ribu untuk kamera profesional itu adalah peraturan resmi? Kalau tidak, maka tidak ada alasan untuk membayarnya. Itu cuma “inisiatip” si satpam aja... Kalau saya jelas tidak mau bayar. Kalau itu peraturan resmi, menggelikan. Apa urusannya kamera pro dan tidak pro di sini? Memotret adalah memotret, walau pake kamera handphone sekali pun, tetap saja namanya memotret. Jika harus dikenakan tarif, ya itu berlaku untuk semua. Nah inilah absurdnya kebiasaan mikir di masyarakat kita. Suka nggak ada sistem yang jelas dan logis. Aturan banyak yang pake “perasaan sentimen..” Si satpam pun mikirnya nggak logis, “kamera pro” bukan alasan untuk mematok tarif memotret (berapa pun tarifnya). Kalau ia ingin mengkomersialisasi si monyet, ya harusnya semua yang motret diberi tarif, walau pake kamera handphone sekali pun. Kalau penggunaan kamera pro “dicurigai” untuk kepentingan komersil dan harus ada pajak untuk itu, maka pertama-tama harus dibuktikan dulu bahwa itu untuk kepentingan komersil, baru bisa dikenakan pajak. Sebab fotografer yang cuma hobi juga banyak yang punya kamera pro. Sebaliknya, komersialisasi foto bisa juga kok dilakukan dengan kamera saku sederhana. Kalau ternyata sulit membuktikan motivasi komersil atau tidaknya, maka sistem aturannya harus dirubah, tidak lagi menggunakan parameter komersil atau tidak komersil untuk mematok tarif memotret. Gitu aja kok freeport...
Komentar pak Anton Asmonodento, saya setuju banget. Emang norak dan kampungan sikap pelayan kafe Batavia tersebut. Nggak habis pikir saya... kalo saya jadi anda, saya pingin tuh ketemu managernya, minta penjelasan. Bukan soal dilarang motretnya, tapi sikap diskriminatifnya yang norak dan tidak masuk di akal.. Masa, misalnya seseorang parkir naik BMW dipatok tarif Rp. 200.000, kalau naik Daihatsu Rp. 2000, kan lucu!!! Itulah masyarakat kebanyakan, mikir nggak pake logika, tapi pake perasaan sentimen. Nggak cuma soal kamera saja, beberapa persoalan lain juga begitu. Sentimentil, nggak logis..
Oleh: Christ Hartanto (3) 17 tahun yang lalu
sangat tidak berperikebinatangan.... masa tuh petugas nyuruh monyet nyari duit dari photographer.... asas mutualisme kali yah, si petugas dapet duit monyet dapet pisang... wakakakak.... lain kali biar gak dimintain duit sama petugas, coba mas lakukan pendekatan dengan menjanjikan kepada petugas untuk difoto bersama monyetnya.. salam
Oleh: Edwison Setya Firmana (327) 17 tahun yang lalu
kata monyetnya, "Dasar manusia!"!
Oleh: Adi Wirantoko (3038) 17 tahun yang lalu
Sependapat dengan yang lain...namun ada sebuah catatan yang sy dapat dari situsnya Karl Grobl tentang kode etik (walau yg dmksd d sini fotojurnalistik)..walapun ga smuanya tp ada bbrp pointtapi ini mungkin jg bs berlaku buat bidang fotografi yang lain.ada hak dan aturan yg musti kita pegang..sy kira isinya bs jd bahan perenungan buat tmn2 FNers... I adhere to the following code of Ethics: - I will be accurate and comprehensive in the representation of subjects. - I will resist being manipulated by staged photo opportunities. - I will respect the integrity of the photographic moment. - I will be complete and provide context when photographing or recording subjects. - I will recognize and work to avoid presenting my own bias in the work. - I will avoid stereotyping individuals and groups. - I- will treat all subjects with respect and dignity. - I will be unobtrusive and humble in dealing with subjects. - I will give special consideration to vulnerable subjects and compassion to victims of crime or tragedy. - I will intrude on private moments of grief only when the public has an overriding and justifiable need to see it. - While photographing subjects I will not intentionally contribute to, alter, or seek to alter or influence events. - I will not pay sources or subjects or reward them materially for information or participation. - I will not accept gifts, favors, or compensation from those who might seek to influence coverage. - I will vigorously defend the rights of access for all journalists. - I will avoid political, civic and business involvements or other employment that compromise or give the appearance of compromising my own journalistic independence. - While editing images, I will maintain the integrity of the photographic images' content and context. I will not manipulate images or add or alter sound in any way that can mislead viewers or misrepresent subjects. - I will strive by example and influence to maintain the spirit and high standards expressed in this code. - When confronted with situations in which the proper action is not clear, I will seek the counsel of those who exhibit the highest standards of the profession. - I will continuously study the photojournalist's craft and adhere to the ethics that guide and protect it.
Oleh: Moechtar Mahyuddin (2125) 17 tahun yang lalu
Wekssssss.. pandai juga SATPAM-nya (meski matre) tau aja kalo yg motret bisa komersilkan hasil jepretannya... pasang tarif tinggi lah dia...
Oleh: Hanky Tanuwijaya (15390) 17 tahun yang lalu
wakakakakak....moto distudio aja deh....huehuehuehue
Oleh: Arif Tedja Mukti (1704) 17 tahun yang lalu
Hehehe...pas waktu itu bawa duit gak mas, kalo gak bawa minta ma kera aja hehehe..joke...
Hehehe, tau aja si satpam kalo yang motret juga tukang jualan (jualan poto)
Oleh: Antonius Aryo Widiatmoko (5888) 17 tahun yang lalu
kalo ga begitu, bukan indonesia namanya...
Oleh: Romulus Alfianto (18782) 17 tahun yang lalu
akibat penjajahan ni..... semua hal jadi kena pajak wakakakakaka.... dasar manusia Indonesia mas......
Oleh: Jangkung Renggono (447) 17 tahun yang lalu
setuju, memang kadang orang melihat fotografer tu berduit. pada nyatanya mereka kurang duit. orang orang kaya satpam itu nperlu di basmi.
Oleh: Doddy Vladimir (7636) 17 tahun yang lalu
foto aja satpamnya trus lapor!!!
Oleh: Moch Asim (1824) 17 tahun yang lalu
'barangnya' sampeyan kegedean kali mbah,hehe...tapi ya bgitulah, malu juga rasanya jadi orang indonesia
Oleh: Wahyu Ardi K (1717) 17 tahun yang lalu
pada nggak ngerti sih ya? itu tadi yang minta 150 rebu tuh "kera" ... =))
Oleh: Moch. Yamin (1394) 17 tahun yang lalu
jangan2 yg minta duit tuh kera yg nyamar jadi satpam?
Oleh: Karolus Naga (50633) 17 tahun yang lalu
coba pocketnya dipakein 200-400 plus tc x2 ... wah kena charge brapa yah???
Oleh: Bintoro Arif Waskito (614) 17 tahun yang lalu
"Indonesia Raya" tapi jangan2 si ibu tu juga bagian dari konspirasi para satpam he he mungkin di lain kesempatan, kita bisa nanya aturan tertulis yang isinya emang bener2 ngelarang pengunjung memotret dg kamera jenis tertentu karena memang ada instansi/ organ yang konsiten menolak segala bentuk pemotretan tanpa ijin, tapi setahu saya tidak di tempat semacam "bumi perkemahan" gitu salam..
Oleh: Chandra Wijaya (16203) 17 tahun yang lalu
indonesia emang KOMERSIL ABISSSSSSSSSSSSS
Oleh: Astria Nur Irfansyah (4085) 17 tahun yang lalu
parah, mungkin petugas2 itu memandang mas kalau punya uang utk membeli nikon dx1 nya, pasti punya uang cukup utk bayar Rp150.000 gitu... Iya sangat aneh itu petugasnya, preman sekali mereka. Semoga kelak diriku dan keluarga ku dan semua teman2ku tidak ada yg bermental seperti mereka :-s