Oleh: Novedhi Bawono Dradjad (5555) 20 tahun yang lalu
Salam, Saya biasa dipanggil Vedhi, pehobi fotografi yang baru mulai belajar motret, & berdomisili di Lombok Nusa Tenggara Barat. Pada forum ini saya mengharapkan penjelasan atau bantuan mengenai "The Art Of Seeing". Kata tersebut saya dapat setelah membaca buku tulisan Ir. Iwan Zahar, M.Sc yang berjudul "Catatan Fotografer; Kiat Jitu Menembus New York" terbitan Creative Media. Dalam bukunya, Iwan Zahar menjelaskan tentang pentingnya seorang fotografer untuk mengetahui atau memiliki kemampuan The Art of Seeing (Seni Melihat atau Ilmu Melihat???) tetapi, saya tidak mendapatkan petunjuk atau gambaran mengenai; Apa? & Bagaimana? The Art Of Seeing tersebut. Untuk itu saya sangat mengharapkan bantuan dari semua rekan-rekan FNers. Terima kasih. Salam, Vedhi
Oleh: D. Setiadi (81319) 20 tahun yang lalu
Kalau arti secara umumnya menurut saya = seni melihat ( sesuatu ).Mungkin di mata seseorang itu indah, tapi belum tentu indah untuk orang lain. Saya sendiri belum pernah membaca buku tersebut.
Oleh: Mira TJ (4738) 20 tahun yang lalu
Dari yang pernah saya baca-baca, proses mencipta diawali dengan proses mengagumi/ketertarikan/apresiasi terhadap suatu hal/fenomena/manusia dan lain sebagainya. Mungkin thread ini ada hubungannya dengan apa yang Anda cari. Siapa tahu saja berguna.
Terima kasih kepada Bung D. Setiadi dan Mbak Mira TJ Mbak Mira TJ: Apakah ada teknik untuk mengembangkan kemampuan The Art Of Seeing tersebut? Bagaimana? Atau apakah kemampuan tersebut adalah sebuah berkah dari lahir? Maaf jika merepotkan.
Bakat itu sesuatu yang sulit dijabarkan. Mendingan ngga ngomong soal bakat deh. Lagipula, banyak orang bilang, bakat itu hanya 10 persen dari total, sisanya usaha, latihan, knowledge, skills, persistence dan laen-laen. Kalau dari yang aku baca-baca sih, rata-rata seniman (mau seniman pelukis, pematung, penari, pemusik, atau pemoto) perasaannya tajam atau sensitif sekali. Tanpa perasaan yang tajam/sensitif, mereka tidak akan mampu mencipta seni yang membuat orang terkagum2. So sebelum kita mencipta, kita tajamkan dulu perasaan kita dengan menikmati-mempelajari-mengerti-mendalami hasil karya orang lain. Dengan sendirinya, dengan latihan yang terus menerus, cara kita melihat dunia akan berbeda. Saya belum pernah baca bedanya bagaimana, karena setiap orang saya rasa akan berbeda efeknya, makanya tidak didefinisikan/digeneralisasikan, makanya di satu buku yang pernah saya baca - orang justru diharapkan untuk lebih mempelajari dirinya sendiri/mempelajari efeknya pada diri sendiri, dan bukan mengikuti pendapat orang lain apalagi mencoba mencari suatu kesepakatan general.
Oleh: Ilias Irawan (57864) 20 tahun yang lalu
Kalo pendapat pribadi saya; pengertian art of seeing dalam fotografi khususnya adalah cara melihat dan menampilkan obyek fotonya dengan teknik/angle/sudut pengambilan foto yg tidak umum seperti kebayakan orang mengambil foto. Misalnya kita sama ingin mengambil foto/gambar sebuah obyek bunga. Foto akan jadi bagus memang pasti bagus dengan obyek yg menarik, lighting yg memadai, exposure yg tepat dan detail/warna bunga yang indah. Umumnya angle foto yg dipakai adalah dari atas/samping, tapi coba pikirkan berapa banyak orang bisa menggunakan angle fotonya seperti ini, pasti banyak sekali bukan? Shg walaupun foto bagus namun akan terkesan biasa2 saja. Tapi coba pikirkan dengan obyek foto yang sama namun anda dapat mengembangkan "Art of seeing" nya, bagaimana mengambil obyek foto yang sama tetapi dengan menggunakan teknik/sudut pengambilan foto yang tidak pernah terpikirkan/dibuat oleh orang lain. Tentunya jika berhasil maka foto yang nampak obyeknya biasa menjadi luar biasa hasilnya. Sederhananya, semua orang bisa membuat foto bagus tetapi bagaimana membuat foto tersebut menjadi unik dan indah. Jadi usahakan pikirkan/lihatlah yang tidak pernah orang pikirkan/melihat thd sebuah obyek foto. Jadi kemampuan yg anda sebutkan memang harus dilatih, dilatih, dilatih terus dan tidak akan pernah habis.......... dan berkah dari lahir akan muncul :D Kalo komen saya keliru, saya mohon maaf :D Mohon senior2 dapat berikan koreksi/masukan jika saya salah. thx Salam....
Oleh: david hermandy (3403) 20 tahun yang lalu
Setahu saya ada dua buku dengan judul The Art of Seeing, yang terkenal karangan Freeman Patterson. Buku ini sudah tidak terbit lagi, untuk membelinya coba lewat Amazon, waktu saya beli, harus nunggu 1 bulan dicarikan di toko buku lain yang masih memiliki stock. Secara garis besar Freeman Patterson dalam Photography and The Art of Seeing, mengajarkan bagaimana agar kita bisa lebih kreatif dalam melihat Buku ini pernah saya sadur untuk bahan diskusi di club foto, jadi berikut ini hasil copy paste :D Freeman Patterson menyatakan : melihat, dalam pengertian yang paling luas dan dalam, berarti menggunakan indera, otak dan emosi. Itu berati melihat melebihi label dari benda yang kita pandang. Melihat bukan monopoli mata, “melihat†juga melibatkan indera yang lain. Dalam konteks fotografi melihat lebih jauh berarti melibatkan emosi atau perasaan kita. Buku The art of seeing dibagi dalam empat pembahasan utama yaitu barriers to seeing (rintangan dalam melihat), learning to observe (belajar mengamati), learning to imagine (belajar berimajinasi), dan learning to express (belajar mengekspresikan). BARRIERS TO SEEING Ada beberapa hal yang dianggap sebagai halangan dalam melihat yaitu: 1.Perhatian atau konsentrasi yang berlebihan terhadap sesuatu atau kekhawatiran akan kegagalan dikatakan sebagai rintangan terbesar dalam melihat. Pada saat memotret kadang kita diganggu dengan pikiran akan hasil dari foto kita. Apakah akan bagus atau tidak setting kamera sudah benar atau belum? Atau hal-hal lain diluar faktor fotografi seperti masalah pekerjaan atau rumah tangga dsb. Saat memotret kita memerlukan pikiran yang tenang atau relax. Mengosongkan pikiran adalah salah satu cara yang dianjurkan untuk dipelajari/dilatih. Dengan pikiran yang kosong (bukan otak kosong) kita bisa menggunakan perasaan tanpa gangguan dari bermacam-macam pemikiran. 2.Input tanpa seleksi. Setiap hari kita dihadapkan dengan berbagai gambar, semua visual yang kita terima harus dimanage dan diseleksi. 3.Penamaan atau labelling terhadap benda yang akan kita foto. Salah satu contoh adalah karya Edward Weston, Pepper #30. Pada saat memotret Edward Weston melupakan sejenak bahwa paprika adalah sayur, dengan penempatan posisi lensa yang tepat dan pencahayaan yang sempurna, fotonya dengan judul Pepper #30 jika diamati akan menimbulkan kesan seperti otot manusia atau bermacam penafsiran lainnya. Seorang pelukis dari Perancis, Claude Monet menyatakan : "TO SEE WE MUST FORGET THE NAME OF THE THING WE ARE LOOKING AT" 4.Terlalu hormat atau memuja sesuatu. Pengikut setia, agar diterima dalam kelompok mayoritas. Ketika kita terlalu mengagungkan sesuatu kita mulai membatasi diri kita sendiri. Pada saat ini terjadi si fotografer sudah membangun sebuah pagar/benteng disekelilingnya terhadap foto-foto yang tidak salon. Hal ini juga sama jika kita mulai terlalu memuja seseorang (fotografer yang terkenal, misalnya). 5.Terlalu meremehkan, sombong, tidak mau belajar dari yang lebih tua, menganggap sudah mengerti segala sesuatu. Bahkan Henry Cartier Bresson (yang sudah dianggap sebagai salah satu Master) pun mengakui bahwa Ia banyak belajar dari seniman yang lebih tua, terutama dari lukisan-lukisan. 6.Memaksakan untuk ikut suatu aturan. Hal ini terumatam berkaitan dengan komposisi dan aliran fotografi. Komposisi memiliki aturan-aturan baku, tapi kita tidak harus untuk tunduk pada aturan-aturan tersebut. 7.Kemampuan/kekuatan untuk menjadi yang paling aktif, dominant, berkuasa, mengatur segala-sesuatu. Hal tersebut sekaligus menjadi ketidakmampuan untuk menerima. 8.Kamera juga dikatakan sebagai salah satu yang menghalangi penglihatan. Kamera bisa membantu fotografer memperluas pengetahuannya, tapi pada saat yang sama kamera juga dapat mempersempit pengetahuan fotografer. Kemudahan operasional kamera dengan Program mengakibatkan kita semakin tidak waspada akan keadaan disekeliling kita. Lebih luas hal ini juga bisa dikaitkan dengan kemajuan teknologi. LEARNING TO OBSERVE. Manusia berpikir melalui berbagai simbol, seperti kata-kata, bunyi dan gambar. Ketika seorang pelari mulai bertanding, ia menggambarkan jarak yang harus ditempuh secepatnya. Ketika seorang perancang busana mulai menjahit, dibayangkannya baju yang telah jadi. Ketika seorang fotografer mengamati obyek pemandangan atau suatu kejadian ia mencoba menggambarkan yang terbaik untuk direkam kedalam film. Kita berpikir dengan tiga macam gambaran imaji yaitu mengamati (melihat fisik obyek), membayangkan (ide dan mimpi), menciptakan (memotret) Thinking sideways (berpikir dari sisi yang lain) Dengan mencoba berpikir dari sisi yang lain kita bisa menemukan lebih banyak ide dan kreatifitas. Sebagai latihan bisa dimulai dengan membuat aturan dalam fotografi yang sering kita dengar : 1.Fokus pada subyek yang menjadi point of interest. 2.Penuhi frame dengan subyek yang difoto. 3.Jangan memotret antara jam 10.00 – 15.00, sinar matahari terlalu keras. 4.Jangan memotret melawan matahari. 5.Pegang kamera dengan kokoh (jangan sampai tergoncang) 6.Ikuti aturan komposisi 1/3, seperti 1/3 langit dan 2/3 darat. 7.Ikuti light meter. 8.Memotret anak kecil atau hewan pada ketinggian mata mereka. 9.Hindari flare, gunakan lens hood 10. Kamera harus sejajar dengan horison. Kemudian dengan thinking sideways kita coba untuk melanggar aturan diatas menjadi : 1.Buat subyek out of focus, bermain dengan keseimbangan bentuk. 2.Biarkan obyek lainnya terekam, buat interaksi antara subyek dengan obyek lainnya. 3.Memotret setiap saat, siang hari jam berapa saja. 4.Buat foto yang melawan matahari dalam satu bulan. 5.Memotret sambil berlompat atau berputar. 6.Buat komposisi baru, ikuti emosi. 7.Abaikan. Lupakan zone system. Buat overexpose dan underexpose sampai 3 stop. 8.Foto dari atas, samping, atau dari ground level. 9.Gunakan flare untuk menambah artistik. 10. Ciptakan horison baru. Dengan latihan itu diharapkan kita bisa mengembangkan kreatifitas terutama penggunaan kamera dan komposisi. Lingkungan Sekitar. Freeman Patterson menyarankan latihan yang tujuannya agar kita semakin peka dengan lingkungan sekitar kita dan memperbaiki cara melihat. 1.Sebagai latihan pertama cobalah buat 10 foto menggunakan lensa standard dalam waktu 20 menit didalam sebuah ruangan yang agak kecil seperti kamar mandi. 2.Latihan berikutnya dengan menyiapkan kamera dan lensa standard atau wide disamping tempat tidur. Pada saat bangun tidur pada pagi hari segera ambil kamera dan buat minimal 5 foto dari posisi awal kemudian pada saat duduk dipinggir tempat tidur, buat lagi minimal 5 foto kemudian buat lagi 10 foto sebelum anda masuk kamar mandi. 3.Latihan bisa terus dikembangkan dengan ruang yang lebih besar tapi masih di sekitar rumah atau dengan hewan peliharaan. Flexible Dengan melatih thinking sideways kita diharapkan bisa menjadi flexible. Contohnya pada saat kita kesuatu tempat untuk memotret pemandangan sampai disana kita menemui banyak sampah, cobalah lebih flexible dengan berpikir membuat foto (essay) tentang sampah. Atau pada saat cahaya redup dan kita tidak membawa film speed tinggi, kita bisa mencoba untuk membuat foto slow speed yang banyak element blur. Relaxed Ada pendapat yang menyatakan penting bagi kita untuk mencoba mengosongkan pikiran atau relax. Intinya dari relax adalah bagaimana kita bisa menggunakan perasaan lebih efektif. Otak manusia terbagi atas dua bagian yaitu otak kiri yang berhubungan dengan rasio, perhitungan, rumus, teori, logika, dll dan otak kanan yang menghasilkan estetika, perasaan, emosi. Dalam fotografi otak kanan berperan dalam hal seperti komposisi dan ide, otak kiri mengambil peranan seperti perhitungan exposure, focussing, fill in, mengganti lensa, dll. Idealnya pada saat memotret kita tidak diganggu oleh otak kiri. Otak kanan kita bekerja menentukan komposisi yang ideal, perpektif yang cocok, angle yang tepat, sementara hal-hal teknis seperti under-over, menggeser speed/diafragma dilakukan secara otomatis tanpa harus melalui suatu pemikiran yang melibatkan otak kiri. Hal ini bisa dicapai melalui latihan. LEARNING TO IMAGINE. Belajar berimajinasi. 1.Mencoba untuk berpikir dari sisi yang lain (thinking sideways). Dan melawan aturan aturan kuno. 2.Mempelajari gambar dari media lain seperti lukisan motif atau patern seperti dari kain batik, keramik dll. 3.Lihat kesamaan antara subyek dan bagian dari subyek. Misalkan kita memotret keluarga, keluarga menjadi subyek dari foto kita, anggota keluarga merupakan bagian dari subyek yang kita foto. Bagaimana kita bisa membuat salah satu anggota keluarga mewakili anggota keluarga yang lain? Atau misalkan kita memotret pemandangan dan tema yang ingin kita sampaikan adalah ketenangan, bagian mana dari komponen pemandangan yang bisa menonjolkan atau mewakili ketenangan ? 4.Mencoba membayangkan. Sebelum memotret sebuah pertandingan sepakbola misalnya, bayangkan kita yang lagi dalam pertandingan, hal ini dapat membantu kita pada saat menghadapi situasi yang sebenarnya. 5.Berfantasi, dapat membantu menemukan ide-ide yang baru. Coba untuk membayangkan hal-hal yang gila sekalipun, seperti bagaimana jika anjing memiliki roda bukannya kaki (aplikasinya dengan membuat foto panning menggunakan speed sangat lambat dari anjing yang berlari sehingga pola gerakan kakinya bisa menyerupai roda), atau seperti apa jika sebuah kembang hinggap di seekor kupu-kupu. Untuk mengidentifikasi cara kita melihat, bisa dilakukan semacam evaluasi yang dianjurkan oleh Bryan Peterson dalam bukunya Learning to see creatively. Pertama-tama ambil sekitar 75 foto Anda, lebih baik yang bukan foto human interest. Ambil kertas buat 6 kolom pada kertas itu kemudian tuliskan line (garis), shape (kurva), form (bentuk), texture, pattern (pola) dan color masing-masing mewakili satu kolom. Evaluasi setiap foto, beri tanda element apa saja yang terdapat pada setiap foto. Setelah selesai, lihat kolom mana yang memiliki tanda paling sedikit. Dari sini bisa diketahui element yang paling sering kita abaikan. Sebagai kelanjutan dari evaluasi itu, cobalah memotret obyek yang mengandung element tersebut. LEARNING TO EXPRESS Membuat foto yang berekspresi bisa dilatih dengan memotret benda-benda yang sederhana. Freeman Patterson dalam suatu kesempatan memberi tugas kepada muridnya untuk membuat foto minimal 20 exposure tentang telur ayam dalam waktu 24 jam. Hasil yang diperoleh sangat bervariasi. Ada yang sangat memotret telur ayam dan diatas kertas putih yang memberikan gambaran simpel tentang bentuk, ada yang dengan background langit, dikuburan yang bisa melambangkan kehidupan, dan didekat ban mobil yang mengekspresikan kerapuhan atau kekuatan. Untuk membuat ekspresi dari subyek, sebaiknya kita berpikir apa yang diekspresikan subyek itu dari pada apa yang akan kita ekspresikan dari subyek itu. Beri perhatian lebih tentang detil yang ada dari subyek dan disekeliling subyek, hal ini dapat membantu imajinasi kita. Beberapa hal yang turut berperan dalam ekspresi sebuah foto: Arah cahaya Intensitas cahaya (hard atau soft) Texture Garis Perspektif Warna (emosi yang terkandung dalam warna) Saya kurang tau maksud The Art of Seeing Iwan Zahar apa sama dengan yang ditulis Freeman Patterson? dan saua juga belum pernah membaca buku The Art of Seeing yang lain, so ini pendapat dari Freeman only, mungkin ada pendapat lain yang berbeda ;)
Mira, bakat itu dimiliki setiap orang imho, yang jadi pertanyaan, bagaimana menggali dan mengembangkan bakat itu? Ini cukup sulit dan tidak sedikit yang sudah mencoba kemudian frustasi dan menguburnya dalam-dalam. :( Teorinya banyak yang bilang dengan latihan, dll tapi kenyataan tidak semudah itu, sering saya menemui kendala jika berada pada tempat yang dimata saya jelek, tidak menarik, dan membosankan. Biasanya kamera tidak akan keluar dari tas. Padahal ditempat seperti apapun seharusnya kita tetap bisa membuat foto yang bagus Jadi inget self assingment Jim Bradenburg, fotografer NG yang membuat 90 foto dalam 90 hari, setiap hari dia keluar untuk memotret, jika banyak obyek yang menarik ia hanya boleh memotret sekali, dan jika tidak ada yang menerik ia tetap harus memotret sekali.... hasilnya 90 masterpiece
Wadoooo, Mas...tengs berat nih sharingnya! IMHO ya Mas... Ada satu sifat orang Indonesia yaitu rendah diri, merendahkan diri serendah-rendahnya. Positifnya memang banyak. Tapi ada juga negatifnya. Dalam mengerjakan sesuatu, seringkali kita membandingkan karya kita dengan karya orang lain. Begitu kita menganggap karya kita tidak lebih baik dari karya orang lain, atau paling tidak sederajat, kita langsung menganggap diri kita tidak berbakat, lalu buat apa diteruskan kalau memang tidak berbakat? Padahal baru dicoba sekali. Seakan-akan, kalau kita tau kita tidak ada bakat untuk mengerjakan itu - kita tidak akan mampu mengerjakannya - tidak akan sukses mengerjakannya. Padahal baru dicoba sekali. Apa betul dengan satu kali percobaan saja kita tahu kita itu berbakat atau tidak dalam satu hal? Apa bukannya itu berarti kita malas untuk mencoba, terlalu tinggi hati untuk mencoba dari bawah? Lalu ada pendapat bahwa bakat itu bisa dilatih. Mungkin betul, mungkin tidak. Kalau pendapat ini betul, masih ada pertanyaan: latihan seperti apa? Apakah latihan menghafalkan doktrin2 atau pakem2 yang sudah-sudah? Apakah latihan menutup mata dari kemungkinan-kemungkinan yang ada? Apakah latihan untuk tidak keluar dari batasan2 atau hirarki2 yang ada? Sebenarnya latihan seperti apa yang dibutuhkan? Orang sibuk berteori sepanjang jaman tentang latihan apa yang terbaik untuk memupuk bakat. Apakah ada kesepakatan pendapat mengenai latihan yang terbaik itu yang bagaimana? Kalau ada yg tahu, silakan share di sini. Apakah semua orang sepakat bahwa latihan2 yang dituliskan Freeman Paterson adalah yang terbaik? Setahu saya, itu hanyalah satu pendapat di antara banyak pendapat. Lain lubuk lain ikannya. Yang bisa diterapkan pada satu orang, belum tentu bisa diterapkan pada orang lainnya. Saya pribadi tak pernah pusing memikirkan saya punya bakat atau tidak. Sejauh saya masih enjoy dalam mengerjakan atau mempelajari sesuatu, ya masih akan digali dan digali terus. Masalah saya punya predikat berbakat atau tidak berbakat...biar orang lain yang pusing.
Oleh: Mei N. (2122) 20 tahun yang lalu
Wah terima kasih atas sharingnya Mas David dan mbak Mira.... aku dapat tambahan pengetahuan satu hal lagi ....
Pelajaran yang saya dapat dari semua tanggapan diatas adalah;
Oleh: Irma H. Samadi (3968) 20 tahun yang lalu
Mas David, tulisannya bagus sekali..Mbak Mira dan Mas Ilias juga.thanks!
Oleh: Muhammad Hifdhiy (3729) 20 tahun yang lalu
saya cuma bisa bilang : "senyum aja dan jangan bantah apa kata orang" :)
Oleh: Endramawan Suroto (33170) 20 tahun yang lalu
Matur Suwun Sanget, atas segala infonya.... untuk semua.... :)
Oleh: Rivansyah Dunda (1414) 20 tahun yang lalu
Bakat 1%, 99 % kerja keras ( ED Zoelvardi )...maka sering2x lah melihat foto yang bagus
Oleh: Ahmad Arifin (349) 19 tahun yang lalu
kesimpulannya, memfoto harus pakai nalar yaa...
Oleh: Ully Zoelkarnain (17897) 19 tahun yang lalu
menurut saya banyak benarnya apa yg dikatakan oleh mas david..dan saya setuju...dan secara ringkas dapat saya simpulkan menjadi:..... Sering-seringlah browsing foto2, dibuku2, majalah, terutama internet, buka pikiran...lepaskan dari aturan2 fotografi, resapi, coba, klo perlu contek tehniknya...dan terapkan...dipraktekan.....coba terus...dan belajar...tidak ada kata dia lebih jago atau pintar atau hebat atau master...tapi mungkin memang...yang ada haya mereka tau lebih dulu dari anda...maka mereka bisa membuat foto yang bagus....maka latih terus mata, pikiran dan rasa anda dari yang ada dan kembangkan....cari arah yang anda inginkan...jika anda berminat dengan foto2 alam...maka seringlah melihat foto2 alam dari yg menurut anda jelek hingga yang paling bagus...tiap foto punya kelebihan nya masing...masing.... intinya jangat lihat dari mata, kelayakan, atau estetika....tapi dri maksud foto itu dibuat...konsep, mengapa harus dieksekusi sedemikin rupa...pelajari...sekali lagi buka mata, hati dan pikiran...jgn lupan tehnik dasar...tapi jgn pula terlalu terpaku oleh aturan yg baku...fotografi bukan dunia fisika, matematika, bahkan bukan kimia...tapi ia gabungna ketiganya, ditambah hati, nurani, rasa, dan sekali lagi keterbukaan pikiran.... semoga bakat dan kemampuan bisa menjadi senjata yang ampuh untuk anda dalam art of seeing....;p
Oleh: Ruzi Kosasih (46018) 19 tahun yang lalu
Simple azza... Seni melihat keadaan/situasi/objek yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bisa anda rekam dengan kamera anda dengan baik...dan orang lainpun bisa menikmati karya anda...
Oleh: Yumie.H (5782) 19 tahun yang lalu
Topik dan tulisan-tulisan rekan-rekan FN semua sangat bermanfaat nih! Saya jadi bisa melihat dimana kekurangan utama saya dalam memotret sekarang ini. Mau nambahin 1 lagi nih, stamina dan biaya juga nggak kalah pentingnya lho!
Oleh: Arif Pribadi (22748) 19 tahun yang lalu
bagaimana kalau berkarya untuk orang lain?? seseorang yang ingin berkarya, haruslah memiliki tujuan untuk dinikmati orang lain.. sebagus apapun kita berkarya, jika tidak dapat dinikmati orang lain maka itu bukanlah suatu keberhasilan dalam berkarya.. mungkin disinilah kita awali sebelum melakukan pemotretan.. sharing aja, saya juga masih banyak belajar
Oleh: Andre Arment (44748) 19 tahun yang lalu
Melihat tidak harus dari sudut pandang yang berbeda, bisa dari mana aja. Yang penting terlihat dan dilihat (orang lain)
Oleh: Adi Prawira Widagdyo (4298) 19 tahun yang lalu
wah, udah ngga perlu nambah apa2 lagi sebenernya. pendapat rekan2 yang lain sudah luar biasa sekali... cuma, mungkin kalo membantu, the art of seeing adalah sebuah buku legendaris yang ditulis sang maestro, leonardo da vinci. saya pernah liat sekali di jakarta. sialnya, pas bokek banget. kalo anda berminat membeli, menurut hemat saya itu buku yang luar biasa sekali. salam hormat
Oleh: Gunawan Yuli Dwiputra (5) 19 tahun yang lalu
bahwasannya ketika kita berbicara art adalah berbicara kesenian pada umumnya. art of seeing adalah seni visual yang tertangkap oleh mata kita. itu adalah bahan wacana dalam berproses fotografi khususnya ketika kita berbicara masalah konsep dan tema.
Oleh: Angel Zhou (4026) 18 tahun yang lalu
Buku "The Art of Seeing" satunya karangan Paul Zelanski and Mary Pat Fisher. Sekilasan saya rasa itu lebih ke arah art daripada spesific photography. Buku ini mengajarkan tentang Art Appreciation, gimana caranya supaya kita bisa menikmati seni. Tinjauannya cukup dalam dan menarik. Tapi koq tebel ya *dasar malas* nanti kalau sudah selesai baca saya komen lagi deh =p
Oleh: Indraharto (4982) 18 tahun yang lalu
saya sepakat dengan tulisan serta komentar dari teman2 tentang the art of seeing itu luarbiasa seorang fotografer itu... celingukan yg jelas...hehehehe
Oleh: Karolus Naga (50633) 17 tahun yang lalu
"sometimes you have see it from another angle" ___ Gesundheit - Robbin Williams