Oleh: Feri Latief (10508) 17 tahun yang lalu
Tubuh Bernadito Guterres tergeletak di jalan, darah mengalir deras dari kepalanya. Dia mahasiswa Satya Wacana Salatiga yang menjadi korban kerusuhan pasca jajak pendapat di Timor Timur. Beberapa fotografer ada di sana, di antaranya Eddy Hasby (KOMPAS) dan John Stanmeyer (VIIPhoto). Mereka langsung mengabadikan peristiwa itu. Angel yang mereka ambil memang beda, Eddy dengan lensa lebar tapi agak jauh sedang John menggunakan lensa lebar juga dan lebih dekat. Hasilnya hampir sama, kalau foto Eddy latar bangunan dan suasana terekam sedang Jhon bermain-main dengan dengan komposisi. Foto Eddy mengisi bukunya tentang Timor Timur "Long and Winding Road EAST TIMOR (2001)". Sedang foto Jhon menghiasi cover majalah Asia Week dan diganjar World Press Photo Award.
Atau di edit lagi format fotonya:
Atau lebih close lagi : Editing dan tataletaknya berpengaruh besar bagi kekuatan gambar.
Oleh: Dany Kartiono (20924) 17 tahun yang lalu
:))
Oleh: Eggy Siagian (8395) 17 tahun yang lalu
Feri, setau gw dari baca perarturannya..WPP membatasi kok..kudu foto yg udah di publish deh.., atau gw yg salah baca tuh..,atau emang boleh yg blm di publish ya?
Eggy, kayaknya boleh deh :
Oleh: fadjar ROOSDIANTO (2716) 17 tahun yang lalu
Saya yakin tidak ada juri WPP yang mengenal Sholahudin..juga komunitas jurnalistik mau pun fotografer. Kita mengenalnya setelah satu foto hebatnya memenangkan satu penghargaan WPP. So picture is everything!! Kenapa foto karya fotografer Indonesia tidak menang?..bisa karena memang tidak disertakan dalam WPP..juga bisa karena memang ada yang lebih baik. Piss...
Oleh: Iwan Setiyawan (8421) 17 tahun yang lalu
Mas Feri: kalau saya melihat justru perkembangan fotojurnalistik di Indonesia sangat dahsyat sekali, terutama pascareformasi tahun 1998. Adanya kebebasan pers membuat media berlomba-lomba menyajikan yang terbaik bagi masyarakat. Fotojurnalistik yang dulu kurang mendapat perhatian dan dianggap pelengkap tulisan kini mulai diperhatian. Banyak pewarta foto muda yang direkrut...dan kayaknya banyak juga yang pengen kerja jadi pewarta foto, entah freelance atau tetap di media...padahal kerjanya berat juga dan penuh resiko. Namun semua hasil kerja pewarta foto yang bisa dimuat memang tergantung kebijakan redaksional medianya. Foto-foto yang berbau kekerasan, darah, mayat, atau nude di beberapa media memang mengharamkan. Solusinya memang harus mencari foto dengan sudut pandang lain. Di sini pewarta foto yang dituntut bisa mendapatkan foto bagus tapi tidak harus menampilkan hal-hal kayak di atas tadi. foto tentang kerusuhan atau bentrokan berdarah tidak harus ditunjukkan dengan korban yang berdarah-darah, atau foto dampak tsunami dengan korban besar tidak harus ditunjukkan dengan mayat membusuk. Alasan paling sederhana mungkin kalau ada foto mayat membusuk korban tsunami dipasang ukuran besar jadi HL di halaman depan koran, masih dianggap kurang etislah. karena ada pemikiran bagaimana jika pembaca setia koran itu saat pagi-pagi sambil minum kopi atau mau sarapan liat koran dengan gambar mayat. Itu hanya contoh kecil aja...Tapi masih ada juga kok media di Indonesia yang memasang foto-foto kekerasan, darah, mayat, atau bahkan nude. semua memang tergantung kebijakan redaksi. Bahkan ada seorang pewarta foto cewek yang kerja di harian di Jakarta yang berkata kalau dia mau motret kecelakaan atau musibah selalu nanya ada korban gak, gimana korbannya, mati atau luka parah? kalau gak ada korban luka atau mati katanya kurang menarik dan tidak laku di medianya. Mas fer, foto-foto sampeyan soal lumpur bagus lho, salut. kapan hunting lagi ke Porong, makin melebar luberannya. kalau ngambil dari udara dampaknya luar biasa....salam
Fajar : Seandainya, ini seandainya, Nachtwey ada di samping Sholahudin dan membuat foto yang sama, kira-kira siapa yang dipilih? Foto Sholahudin memng kuat sekali dan nggak punya saingan. Mungkin itu yang bikin terpilih. Iwan : Rencananya mungkin akhir tahun ke sana Porong lagi. Salam
Oleh: Andi Hasyim (873) 17 tahun yang lalu
Oh.... John Stanmeyer dari tetangga sebelah ???
Oh.... Maya Vidon dari tetangga sebelah ???
oh..oh...no comment
Oleh: heru sri kumoro (1234) 17 tahun yang lalu
ada yang tertarik dengan foto-foto Eddy Hasby? silakan klik http://eddyhasby.com soalnya sekarang jarang motret, jadi karya2nya yang dahsyat udah jarang bisa kita nikmati. he he he he...................................
Oh...jadi begitu toh tahap-tahap penganiayaan Bernadito Guterres . Thanks "Andi Hasyim"! Jadi tahu proses terjadinya foto tersebut.
Oleh: ferdy siregar (5173) 17 tahun yang lalu
maaf agak telat berkomentar. tapi topik ini memang menarik, dan ini sebenarnya udah menjadi tanda tanya besar bagi saya. Antara yang lokal dan internasional. terlebih diajang-ajang kontes foto dunia. sebab musababnya kalo kita urut-urut antara beberapa contoh foto diatas pasti tak ada ujungnya. semua itu banyak kemungkinan. tetapi setelah aku pelajari seperti untuk WPP, selain foto harus menarik dari segala tetek bengek fotografi juga teks yang menyertai foto juga harus mendalam. terkadang hal-hal seperti ini kurang disadari para fotografer lokal... kondisi ini sebenarnya dapat juga kita lihat di ajang Salon Foto Indonesia. Hampir tiap tahun diadakan, sekitar 70% nama-nama pemenangnya itu-itu aja. ntah apa penyebabnya. atau ada betulnya juga apa yang dibilang bang arbain. semakin sering dia mengikuti ajang lomba mungkin namanya menjadi tidak asing lagi dikalangan juri... tabik....
Oleh: Ardiles Rante (1592) 17 tahun yang lalu
para...suhu =D>
Oleh: Agan Harahap (77838) 17 tahun yang lalu
oii..dile...pe kabar luuu ???